MAKALAH
TAFSIR AYAT EKONOMI
& PERBANKKAN 2
Makalah Ini Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Tafsir Ayat Ekonomi & Perbankkan 2
Dosen pengampu :
Tarmizi
Disusun oleh :
Eka puspita sari 1502100
Yeyen wijianti 1502100
Yudho septian 1502100319
Jurusan :
syariah
Program studi : s1
perbankan syariah
Kelas /semester : f/4
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGRI (IAIN)
METRO
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
kepada kami sehingga bisa menyusun makalah ini.
kami sebagai penyusun
makalah ini menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna.oleh karena itu,kritik dan saran yang ada relevansinya dengan penyempurnaan
makalah ini sangat kami harapkan dari
pembaca. Kritik dan saran sekecil apapun akan kami perhatikan dan pertimbangkan
guna perbaikan di masa datang.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini
mampu memberikan manfaat dan mampu memberikan nilai tambah kepada para
pemakainya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
A. Latar Belakang Masalah
1
B. Rumusan masalah
1
BAB
II
A. Pengertian
hutang piutang
2
B. Sebab sebab turunnya ayat
3
C. Isi kandungan ayat
6
D. Hubungan ayat satu dengan ayat yang lainnya
10
BAB
III
Kesimpulan
14
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hutang piutang
adalah perkara yang tidak bisa dipisahkan dalam interaksi kehidupan manusia.
Ketidakmerataan dalam hal materi adalah salah satu penyebab munculnya perkara
ini. Selain itu juga adanya pihak yang menyediakan jasa peminjaman (hutang)
juga ikut ambil bagian dalam transaksi ini.
Islam sebagai agama
yang mengatur segala urusan dalam kehidupan manusia juga mengatur mengenai
perkara hutang piutang. Konsep hutang piutang yang ada dalam Islam pada
dasarnya adalah untuk memberikan kemudahan bagi orang yang sedang kesusahan.
Namun pada zaman sekarang, konsep muamalah sedikit banyak telah bercampur aduk
dengan konsep yang diadopsi dari luar Islam. Hal ini sedikit demi sedikit mulai
menyisihka, menggeser, bahkan bisa menghilangkan konsep muamalah Islam itu
sendiri. Oleh karena itulah, perkara hutang piutang ini penting untuk diketahui
oleh umat Islam agar nantinya bisa melaksanakan transaksi sesuai dengan yang
telah disyariatkan oleh Allah swt.
Maka dari itu dijelaskan tentang hutang piutang dalam alquran dalam
surat al baqarah ayat 188, 280, 282, 283 dan surah al hadid ayat ke 11
B.
Rumusan masalah
Apa definisi hutang piutang ?
Bagaimana hutang putang dalam Al-Qur’an ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Hutang Piutang
Di dalam fiqih
Islam, hutang piutang atau pinjam meminjam telah dikenal dengan istilah
Al-Qardh. Makna Al-Qardh secara etimologi (bahasa) ialah Al-Qath’u yang berarti
memotong. Diartikan demikian karena orang yang memberikan utang memotong
sebagian dari hartanya untuk diberikan kepada yang menerima utang.
Sedangkan secara
terminologis (istilah syar’i), makna Al-Qardh ialah menyerahkan harta (uang)
sebagai bentuk kasih sayang kepada siapa saja yang akan memanfaatkannya dan
akan dikembalikan berdasarkan kesepakatan yang telah disepakati.
Meberikan utang
merupakan kebajikan yang membawa kemudahan kepada muslim yang mengalami
kesulitan dan membantunya dalam memenuhi kebutuhan.
Masalah hutang
piutang dalam islam diatur dalam Al-Quran di beberapa ayat, seperti di bawah
ini:
1.
Q.S Al baqarah : 188
وَلَا
تَأۡكُلُوٓاْ أَمۡوَٰلَكُم بَيۡنَكُم بِٱلۡبَٰطِلِ وَتُدۡلُواْ بِهَآ إِلَى ٱلۡحُكَّامِ
لِتَأۡكُلُواْ فَرِيقٗا مِّنۡ أَمۡوَٰلِ ٱلنَّاسِ بِٱلۡإِثۡمِ وَأَنتُمۡ
تَعۡلَمُونَ ١٨٨
188. Dan janganlah sebagian kamu memakan
harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan
(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, padahal kamu mengetahui.
(Dan janganlah kamu memakan harta sesama kamu), artinya janganlah
sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain (dengan jalan yang batil),
maksudnya jalan yang haram menurut syariat, misalnya dengan mencuri,
mengintimidasi dan lain-lain (Dan) janganlah (kamu bawa) atau ajukan (ia)
artinya urusan harta ini ke pengadilan dengan menyertakan uang suap (kepada
hakim-hakim, agar kamu dapat memakan) dengan jalan tuntutan di pengadilan itu
(sebagian) atau sejumlah (harta manusia) yang bercampur (dengan dosa, padahal
kamu mengetahui) bahwa kamu berbuat kekeliruan.
2. Q.S Al baqarah : 280
وَإِن
كَانَ ذُو عُسۡرَةٖ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيۡسَرَةٖۚ وَأَن تَصَدَّقُواْ خَيۡرٞ
لَّكُمۡ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ٢٨٠
280. Dan jika (orang yang berhutang itu)
dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan
menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui.
Kalau ada yang kesulitan membayar, berilah ia tenggang waktu ketika
tiba masa pelunasan sampai betul-betul mampu. Sedekah kalian kepadanya dengan
membebaskan semua utang atau sebagiannya sungguh baik sekali. Itu jika kalian
tahu dan mengerti pesan-pesan moral dan kemanusiaan yang diajarkan Allah.
(Dan jika dia), yakni orang yang berutang itu (dalam kesulitan,
maka hendaklah diberi tangguh) maksudnya hendaklah kamu undurkan pembayarannya
(sampai dia berkelapangan) dibaca 'maisarah' atau 'maisurah'. (Dan jika kamu
menyedekahkannya), dibaca dengan tasydid, yakni setelah mengidgamkan ta pada asalnya
pada shad menjadi 'tashshaddaqu', juga tanpa tasydid hingga dibaca
'tashaddaqu', yakni telah dibuang ta, sedangkan artinya ialah mengeluarkan
sedekah kepada orang yang sedang dalam kesusahan itu dengan jalan
membebaskannya dari utang, baik sebagian maupun keseluruhan (itu lebih baik
bagimu, jika kamu mengetahui) bahwa demikian itu baik, maka kerjakanlah! Dalam
sebuah hadis disebutkan, "Barang siapa yang memberi tangguh orang yang
dalam kesusahan atau membebaskannya dari utang, maka Allah akan melindunginya
dalam naungan-Nya, di hari saat tak ada naungan selain naungan-Nya." (H.R.
Muslim).
3. Q.S Al baqarah : 282
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيۡنٍ إِلَىٰٓ أَجَلٖ مُّسَمّٗى فَٱكۡتُبُوهُۚ
وَلۡيَكۡتُب بَّيۡنَكُمۡ كَاتِبُۢ بِٱلۡعَدۡلِۚ وَلَا يَأۡبَ كَاتِبٌ أَن يَكۡتُبَ
كَمَا عَلَّمَهُ ٱللَّهُۚ فَلۡيَكۡتُبۡ وَلۡيُمۡلِلِ ٱلَّذِي عَلَيۡهِ ٱلۡحَقُّ
وَلۡيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُۥ وَلَا يَبۡخَسۡ مِنۡهُ شَيۡٔٗاۚ فَإِن كَانَ ٱلَّذِي
عَلَيۡهِ ٱلۡحَقُّ سَفِيهًا أَوۡ ضَعِيفًا أَوۡ لَا يَسۡتَطِيعُ أَن يُمِلَّ هُوَ
فَلۡيُمۡلِلۡ وَلِيُّهُۥ بِٱلۡعَدۡلِۚ وَٱسۡتَشۡهِدُواْ شَهِيدَيۡنِ مِن
رِّجَالِكُمۡۖ فَإِن لَّمۡ يَكُونَا رَجُلَيۡنِ فَرَجُلٞ وَٱمۡرَأَتَانِ مِمَّن
تَرۡضَوۡنَ مِنَ ٱلشُّهَدَآءِ أَن تَضِلَّ إِحۡدَىٰهُمَا فَتُذَكِّرَ
إِحۡدَىٰهُمَا ٱلۡأُخۡرَىٰۚ وَلَا يَأۡبَ ٱلشُّهَدَآءُ إِذَا مَا دُعُواْۚ وَلَا
تَسَۡٔمُوٓاْ أَن تَكۡتُبُوهُ صَغِيرًا أَوۡ كَبِيرًا إِلَىٰٓ أَجَلِهِۦۚ
ذَٰلِكُمۡ أَقۡسَطُ عِندَ ٱللَّهِ وَأَقۡوَمُ لِلشَّهَٰدَةِ وَأَدۡنَىٰٓ أَلَّا
تَرۡتَابُوٓاْ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً حَاضِرَةٗ تُدِيرُونَهَا بَيۡنَكُمۡ
فَلَيۡسَ عَلَيۡكُمۡ جُنَاحٌ أَلَّا تَكۡتُبُوهَاۗ وَأَشۡهِدُوٓاْ إِذَا
تَبَايَعۡتُمۡۚ وَلَا يُضَآرَّ كَاتِبٞ وَلَا شَهِيدٞۚ وَإِن تَفۡعَلُواْ
فَإِنَّهُۥ فُسُوقُۢ بِكُمۡۗ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ وَيُعَلِّمُكُمُ ٱللَّهُۗ وَٱللَّهُ
بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٞ ٢٨٢
282. Hai orang-orang yang beriman, apabila
kamu bermu´amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah
kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya
dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah
mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang
itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada
Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika
yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia
sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan
jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di
antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua
orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa
maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi
keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang
itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu,
lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada
tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu´amalahmu itu), kecuali jika
mu´amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak
ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila
kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan.
Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu
kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
4. Q.S Al baqarah : 283
۞وَإِن كُنتُمۡ عَلَىٰ سَفَرٖ وَلَمۡ
تَجِدُواْ كَاتِبٗا فَرِهَٰنٞ مَّقۡبُوضَةٞۖ فَإِنۡ أَمِنَ بَعۡضُكُم بَعۡضٗا
فَلۡيُؤَدِّ ٱلَّذِي ٱؤۡتُمِنَ أَمَٰنَتَهُۥ وَلۡيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُۥۗ وَلَا
تَكۡتُمُواْ ٱلشَّهَٰدَةَۚ وَمَن يَكۡتُمۡهَا فَإِنَّهُۥٓ ءَاثِمٞ قَلۡبُهُۥۗ وَٱللَّهُ
بِمَا تَعۡمَلُونَ عَلِيمٞ ٢٨٣
283. Jika kamu dalam perjalanan (dan
bermu´amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis,
maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan
tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan
persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah
orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Disini
kita tahu bahwa barang tanggungan diperbolehkan ketika tidak ada tulis menulis
dalam hutang piutang, tetapi tidak memakai tangungan tidak masalah asallkan
bisa saling percaya.
5. Q.S Al hadid : 11
مَّن
ذَا ٱلَّذِي يُقۡرِضُ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنٗا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥ وَلَهُۥٓ
أَجۡرٞ كَرِيمٞ ١١
11. Siapakah yang mau meminjamkan kepada
Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman
itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.
Disini
ketika kita memnjamkan uang kepada seseorang yang membutuhkan maka alloh swt
akan memberikan pahala yang berlipat lipat ganda, maka tidak akan merugi bagi
orang yang memberikan sebagian hartanya (memberikan hutang).
B. Sebab
Sebab Turunnya Ayat
1. Al-baqarah:188
Sa’id bin
Zubair berkata, “suatu ketika, Qais bin Abas bersengketa tanah dengan Abdan bin
Asywa al-Hadhrami. Lalu Qais hendak bersumpah di hadapan hakim untuk menguatkan
pengakuannya atas kepemilikan tanah yang diperebutkan. Kemudian allah
menurunkan ayat ini (HR. Ibnu Abi Hatim).
2. Al-baqarah:
282
Ibnu Abas
berkata, “ para penduduk madinah terbiasa menyewakan kebunnya dalam waktu satu,
dua, tiga tahun, Rasulullah pun bersabda, ‘siapa yang menyewakan sesuatu,
hendaklah dengan ukuran dan waktu tertentu. Kemudian allah menurunkan ayat ini
(HR. Bukhari).
C. Isi
Kandungan Ayat
1. Q.S Al baqarah : 188
Ayat tersebut mengidhafatkan
(menghubungkan) harta orang lain kepada kita "amwaalkum" (hartamu),
karena sepatutnya seorang muslim mencintai agar orang lain memperoleh apa yang
ingin diperolehnya dan menjaga harta orang lain sebagaimana dirinya menjaga
hartanya sendiri. Di samping itu, memakan harta orang lain akan menjadikan
orang lain akan memakan harta kita ketika mampu.
Yakni dengan sebab yang batil,
misalnya dengan sumpah yang dusta, merampas, mencuri, risywah (suap), riba,
khianat ketika dititipi barang atau diberi pinjaman dsb. Termasuk ke dalam ayat
ini adalah mu'amalah yang haram, seperti riba, judi dengan semua bentuknya,
melakukan penipuan (ghisy) dalam jual beli dan sewa-menyewa, jual beli gharar,
mengangkat karyawan namun dimakan gajinya, mengambil upah dari pekerjaan yang
mereka tidak melakukannya. Bahkan termasuk pula orang-orang yang melakukan
ibadah dengan niat memperoleh dunia, di mana asas penggeraknya adalah dunia,
mereka tidak mau menjadi muazzin kecuali jika mendapatkan imbalan, dsb. Demikian
pula mengambil zakat, sedekah, waqf maupun wasiat padahal mereka tidak berhak
atau melebihi haknya. Ini semua merupakan pengambilan harta dengan jalan yang
batil, meskipun sampai terjadi pertengkaran yang kemudian dibawa kepada hakim,
kemudian orang yang hendak memakan harta orang lain dengan jalan yang batil
mengemukakan hujjah-hujjah yang batil untuk mengalahkan orang yang sebenarnya
berhak, lalu hakim memutuskan demikian, maka ketetapan hakim tersebut bagaimana
pun juga tidaklah menghalalkan yang haram, dan hakim hanyalah memutuskan sesuai
yang ia dengar. Jika ia sampai memakan harta itu, maka sesungguhnya ia telah
memakannya dengan jalan yang batil dan berbuat dosa dalam keadaan mengetahui,
sehingga hukumannya di akhirat lebih berat lagi.
Oleh karena itu, seorang wakil jika
telah mengetahui bahwa yang mengangkatnya batil dalam dakwaannya, maka tidak
halal baginya menjadi pengacara baginya, sebagaimana firman Allah Ta'ala,
"Wa laa takul lil khaa'iniina khashiimaa" (janganlah kamu menjadi
pembela bagi orang-orang yang berkhianat).
2.
Q.S Al baqarah : 280
Dan jika (orang yang berhutang itu)
dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan
menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui.
Sepintas, ayat ini menyejukkan.
Terlihat bagaimana Islam sangat toleran dalam memperlakukan orang yang sedang
berkesusahan, dalam hal ini seorang yang berhutang.
Namun, kesejukan ini bisa berbalik
menjadi angin dingin yang menusuk tulang tatkala beberapa orang menafsirkannya
sebagai,
"Yes! Dengan ayat ini aku bisa
bebas ngutang duit sama orang-orang! Tunda-tunda aja bayar utangnya! Kan aku
ngutang berarti aku lagi susah! Yes!"
Ya, bayangin aja ada orang ngajuin
permohonan kredit, misalnya KPR, terus dia nunda-nunda bayar hutangnya sambil
menunjukkan surat Al-Baqarah ayat 280 ini. Kalau begini caranya, kredit macet
bakal merajalela, dan banyak usaha yang bangkrut. doh!
Sebenernya, ini sih bukan
"kekurangan" Islam, tapi orangnya aja yang nggak tahu diri! Seandainya
orang yang berhutang itu tahu diri:
- Dia pasti lebih memilih hidup nggak punya hutang.
- Kalau pun dia harus berhutang, itu kondisinya kalau sudah kepepet banget.
- Dia berhutang dalam jumlah sedikit.
- Dia berusaha bayar hutangnya, setidaknya bayar hutangnya dicicil.
Selain poin di atas itu, mereka yang berhutang adalah
orang yang tidak tahu diri.
3.
Q.S Al baqarah : 282
(Hai orang-orang
yang beriman! Jika kamu mengadakan utang piutang), maksudnya muamalah seperti
jua beli, sewa-menyewa, utang-piutang dan lain-lain (secara tidak tunai),
misalnya pinjaman atau pesanan (untuk waktu yang ditentukan) atau diketahui,
(maka hendaklah kamu catat) untuk pengukuhan dan menghilangkan pertikaian
nantinya. (Dan hendaklah ditulis) surat utang itu (di antara kamu oleh seorang
penulis dengan adil) maksudnya benar tanpa menambah atau mengurangi jumlah
utang atau jumlah temponya. (Dan janganlah merasa enggan) atau berkeberatan
(penulis itu) untuk (menuliskannya) jika ia diminta, (sebagaimana telah
diajarkan Allah kepadanya), artinya telah diberi-Nya karunia pandai menulis,
maka janganlah dia kikir menyumbangkannya. 'Kaf' di sini berkaitan dengan
'ya'ba' (Maka hendaklah dituliskannya) sebagai penguat (dan hendaklah
diimlakkan) surat itu (oleh orang yang berutang) karena dialah yang dipersaksikan,
maka hendaklah diakuinya agar diketahuinya kewajibannya, (dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah, Tuhannya) dalam mengimlakkan itu (dan janganlah
dikurangi darinya), maksudnya dari utangnya itu (sedikit pun juga. Dan
sekiranya orang yang berutang itu bodoh) atau boros (atau lemah keadaannya)
untuk mengimlakkan disebabkan terlalu muda atau terlalu tua (atau ia sendiri
tidak mampu untuk mengimlakkannya) disebabkan bisu atau tidak menguasai bahasa
dan sebagainya, (maka hendaklah diimlakkan oleh walinya), misalnya bapak, orang
yang diberi amanat, yang mengasuh atau penerjemahnya (dengan jujur. Dan
hendaklah persaksikan) utang itu kepada (dua orang saksi di antara laki-lakimu)
artinya dua orang Islam yang telah balig lagi merdeka (Jika keduanya mereka itu
bukan), yakni kedua saksi itu (dua orang laki-laki, maka seorang laki-laki dan
dua orang perempuan) boleh menjadi saksi (di antara saksi-saksi yang kamu
sukai) disebabkan agama dan kejujurannya. Saksi-saksi wanita jadi berganda
ialah (supaya jika yang seorang lupa) akan kesaksian disebabkan kurangnya akal
dan lemahnya ingatan mereka, (maka yang lain (yang ingat) akan mengingatkan
kawannya), yakni yang lupa. Ada yang membaca 'tudzkir' dan ada yang dengan
tasydid 'tudzakkir'. Jumlah dari idzkar menempati kedudukan sebagai illat,
artinya untuk mengingatkannya jika ia lupa atau berada di ambang kelupaan,
karena itulah yang menjadi sebabnya. Menurut satu qiraat 'in' syarthiyah dengan
baris di bawah, sementara 'tudzakkiru' dengan baris di depan sebagai jawabannya.
(Dan janganlah saksi-saksi itu enggan jika) 'ma' sebagai tambahan (mereka
dipanggil) untuk memikul dan memberikan kesaksian (dan janganlah kamu jemu)
atau bosan (untuk menuliskannya), artinya utang-utang yang kamu saksikan,
karena memang banyak orang yang merasa jemu atau bosan (biar kecil atau besar)
sedikit atau banyak (sampai waktunya), artinya sampai batas waktu membayarnya,
menjadi 'hal' dari dhamir yang terdapat pada 'taktubuh' (Demikian itu)
maksudnya surat-surat tersebut (lebih adil di sisi Allah dan lebih mengokohkan
persaksian), artinya lebih menolong meluruskannya, karena adanya bukti yang
mengingatkannya (dan lebih dekat), artinya lebih kecil kemungkinan (untuk tidak
menimbulkan keraguanmu), yakni mengenai besarnya utang atau jatuh temponya.
(Kecuali jika) terjadi muamalah itu (berupa perdagangan tunai) menurut satu
qiraat dengan baris di atas hingga menjadi khabar dari 'takuuna' sedangkan
isimnya adalah kata ganti at-tijaarah (yang kamu jalankan di antara kamu),
artinya yang kamu pegang dan tidak mempunyai waktu berjangka, (maka tidak ada
dosa lagi kamu jika kamu tidak menulisnya), artinya barang yang diperdagangkan
itu (hanya persaksikanlah jika kamu berjual beli) karena demikian itu lebih
dapat menghindarkan percekcokan. Maka soal ini dan yang sebelumnya merupakan
soal sunah (dan janganlah penulis dan saksi -maksudnya yang punya utang dan
yang berutang- menyulitkan atau mempersulit), misalnya dengan mengubah surat
tadi atau tak hendak menjadi saksi atau menuliskannya, begitu pula orang yang punya
utang, tidak boleh membebani si penulis dengan hal-hal yang tidak patut untuk
ditulis atau dipersaksikan. (Dan jika kamu berbuat) apa yang dilarang itu,
(maka sesungguhnya itu suatu kefasikan), artinya keluar dari taat yang
sekali-kali tidak layak (bagi kamu dan bertakwalah kamu kepada Allah) dalam
perintah dan larangan-Nya (Allah mengajarimu) tentang kepentingan urusanmu.
Lafal ini menjadi hal dari fi`il yang diperkirakan keberadaannya atau sebagai
kalimat baru. (Dan Allah mengetahui segala sesuatu).
4.
Q.S Al baqarah : 283
(Jika kamu
dalam perjalanan), yakni sementara itu mengadakan utang-piutang (sedangkan kamu
tidak beroleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan) ada yang
membaca 'ruhunun' bentuk jamak dari rahnun (yang dipegang) yang diperkuat
dengan kepercayaanmu. Sunah menyatakan diperbolehkannya jaminan itu di waktu
mukim dan adanya penulis. Maka mengaitkannya dengan jaminan, karena kepercayaan
terhadapnya menjadi lebih kuat, sedangkan firman-Nya, "... dan jaminan
yang dipegang", menunjukkan jaminan disyaratkan harus dipegang dan
dianggap memadai walaupun si peminjam atau wakilnya tidak hadir. (Akan tetapi
jika sebagian kamu mempercayai yang lainnya), maksudnya yang berpiutang kepada
orang yang berutang dan ia tidak dapat menyediakan jaminan (maka hendaklah
orang yang dipercayainya itu memenuhi), maksudnya orang yang berutang
(amanatnya), artinya hendaklah ia membayar utangnya (dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah, Tuhannya) dalam membayar utangnya itu. (Dan barang siapa yang
menyembunyikan kesaksian, maka ia adalah orang yang berdosa hatinya).
Dikhususkan menyebutkannya di sini, karena hati itulah yang menjadi tempat
kesaksian dan juga karena apabila hati berdosa, maka akan diikuti oleh lainnya,
hingga akan menerima hukuman sebagaimana dialami oleh semua anggota tubuhnya.
(Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan) hingga tiada satu pun yang
tersembunyi bagi-Nya.
5.
Q.S Al hadid : 11
(Siapakah yang
mau meminjamkan kepada Allah) dengan cara menafkahkan hartanya di jalan Allah (pinjaman
yang baik) seumpamanya hartanya itu dinafkahkan demi karena Allah (maka Allah
akan melipatgandakan balasan pinjaman itu) menurut suatu qiraat dibaca Fayudha'
'ifahu (untuknya) mulai dari sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat,
sebagaimana keterangan yang telah disebutkan di dalam surah Al Baqarah (dan
baginya) di samping pahala yang dilipatgandakan itu (pahala yang banyak) juga
disertai mendapat keridaan dari Allah dan disambut dengan baik.
D. Hubungan
Ayat Satu Dengan Ayat Yang Lainnya
Setelah
mempelajari beberapa surat-surat yang ada didalam Al Quran yang berhubungan
dengan hutang piutang di atas. Dapat diketahui bahwa ayat ayat tersebut
memiliki keterkaitan antara ayat satu ke ayat yang lainnya. Sehingga terlihat
bagaimana konsep hutang piutang dalam Al Quran, yang termuat dalam ayat ayat
berikut ini:
1. Q.S
Al Baqorah :188, dalam ayat ini Kita tidak boleh
mengambil harta yang bukan milik kita dengan jalan yang salah.
2. Q.S
Al Baqorah : 280 dalam ayat ini kita dianjurkan untuk memberikan
waktu kepada orang yang sulit membayar hutangnya, dan sedekahkan jika kita
mengetahui dia sangat kesulitan membayarny.
3. Q.S
Al Baqorah : 282 dalam ayat ini kita harus menulis apabila hendak
berhutang, dan menghadirkan sanksi minimal 2 orang agar tidak adanya kekeliruan di massa yang
akan datang.
4. Q.S
Al Baqorah : 283 dalam ayat ini ketika kita tidak bisa menlis
hutang piutang tersebut maka kita dianjurkan memberikan tanggungan, tetapi
apabila telah saling percaya satu sama lain maka tidak apa, dan yang hutang harus
menunaikan hutangnya.
5. Q.S
Al Hadid : 11 Dalam ayat ini alloh akan memberikan balasan
berlipat ganda pahala kepada orang yang mau memberikan pinjaman karena alloh
swt.
Dari paparan
diatas dapat diketahui bahwa ayat ayat tersebut saling memiliki keterkaitan
antara satu dengan yang lainnya. Karena dalam hutang piutang kita harus
menulisnya agar tidak ada kekliruan nantinya dan berikan waktu apabila
sipenghutang kesulitan membayar, dan shodakoh kan lah hutang itu jika orang nya
benar benar susah membayarnya karna alloh akan memberikan lipat-lipat pahala
apabila kita meminjamkan sebagian harta kita karena alloh swt.
BAB
III
KESIMPULAN
Hutang piutang
pada intinya adalah perbuatan atau aktivitas yang mempunyai tujuan untuk
membantu orang lain yang sedang membutuhkan petolongan berupa materi, dan
sangat dianjurkan karena memberikan hikmah dan manfaat bagi pemberi utang
maupun bagi penerima hutang. Dan hutang piutang diperbolehkan selama tidak
unsur yang merugikan salah satu pihak.
DAFTAR
PUSTAKA
A.Mahali Mudjab.TT.Asbabun
Nuzul.Jakarta:Rajawali Pers