Kamis, 27 April 2017

utang piutang dalam al'qura





MAKALAH
TAFSIR AYAT EKONOMI & PERBANKKAN 2
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
 Tafsir Ayat Ekonomi & Perbankkan 2
Dosen pengampu : Tarmizi

Disusun oleh :
Eka puspita sari           1502100
Yeyen wijianti             1502100
Yudho septian             1502100319

Jurusan                        : syariah
Program studi              : s1 perbankan syariah
Kelas /semester           : f/4
Hasil gambar untuk logo iain metro
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI (IAIN)
METRO
 TAHUN 2017


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga bisa menyusun makalah ini.
kami sebagai penyusun makalah ini menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.oleh karena itu,kritik dan saran yang ada relevansinya dengan penyempurnaan makalah ini sangat kami  harapkan dari pembaca. Kritik dan saran sekecil apapun akan kami perhatikan dan pertimbangkan guna perbaikan di masa datang.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini mampu memberikan manfaat dan mampu memberikan nilai tambah kepada para pemakainya.





DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I
A.    Latar Belakang Masalah 1
B.     Rumusan masalah 1
BAB II
A.    Pengertian hutang piutang 2
B.     Sebab sebab turunnya ayat 3
C.     Isi kandungan ayat 6
D.    Hubungan ayat satu dengan ayat yang lainnya 10
BAB III
Kesimpulan 14
DAFTAR PUSTAKA





                                                    



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Hutang piutang adalah perkara yang tidak bisa dipisahkan dalam interaksi kehidupan manusia. Ketidakmerataan dalam hal materi adalah salah satu penyebab munculnya perkara ini. Selain itu juga adanya pihak yang menyediakan jasa peminjaman (hutang) juga ikut ambil bagian dalam transaksi ini.
Islam sebagai agama yang mengatur segala urusan dalam kehidupan manusia juga mengatur mengenai perkara hutang piutang. Konsep hutang piutang yang ada dalam Islam pada dasarnya adalah untuk memberikan kemudahan bagi orang yang sedang kesusahan. Namun pada zaman sekarang, konsep muamalah sedikit banyak telah bercampur aduk dengan konsep yang diadopsi dari luar Islam. Hal ini sedikit demi sedikit mulai menyisihka, menggeser, bahkan bisa menghilangkan konsep muamalah Islam itu sendiri. Oleh karena itulah, perkara hutang piutang ini penting untuk diketahui oleh umat Islam agar nantinya bisa melaksanakan transaksi sesuai dengan yang telah disyariatkan oleh Allah swt.
Maka dari itu dijelaskan tentang hutang piutang dalam alquran dalam surat al baqarah ayat 188, 280, 282, 283 dan surah al hadid ayat ke 11
B.     Rumusan masalah
Apa definisi hutang piutang ?
Bagaimana hutang putang dalam Al-Qur’an ?








BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Hutang Piutang
Di dalam fiqih Islam, hutang piutang atau pinjam meminjam telah dikenal dengan istilah Al-Qardh. Makna Al-Qardh secara etimologi (bahasa) ialah Al-Qath’u yang berarti memotong. Diartikan demikian karena orang yang memberikan utang memotong sebagian dari hartanya untuk diberikan kepada yang menerima utang.
Sedangkan secara terminologis (istilah syar’i), makna Al-Qardh ialah menyerahkan harta (uang) sebagai bentuk kasih sayang kepada siapa saja yang akan memanfaatkannya dan akan dikembalikan berdasarkan kesepakatan yang telah disepakati.
Meberikan utang merupakan kebajikan yang membawa kemudahan kepada muslim yang mengalami kesulitan dan membantunya dalam memenuhi kebutuhan.
Masalah hutang piutang dalam islam diatur dalam Al-Quran di beberapa ayat, seperti di bawah ini:
1.      Q.S Al baqarah : 188
وَلَا تَأۡكُلُوٓاْ أَمۡوَٰلَكُم بَيۡنَكُم بِٱلۡبَٰطِلِ وَتُدۡلُواْ بِهَآ إِلَى ٱلۡحُكَّامِ لِتَأۡكُلُواْ فَرِيقٗا مِّنۡ أَمۡوَٰلِ ٱلنَّاسِ بِٱلۡإِثۡمِ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ١٨٨
188. Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.
(Dan janganlah kamu memakan harta sesama kamu), artinya janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain (dengan jalan yang batil), maksudnya jalan yang haram menurut syariat, misalnya dengan mencuri, mengintimidasi dan lain-lain (Dan) janganlah (kamu bawa) atau ajukan (ia) artinya urusan harta ini ke pengadilan dengan menyertakan uang suap (kepada hakim-hakim, agar kamu dapat memakan) dengan jalan tuntutan di pengadilan itu (sebagian) atau sejumlah (harta manusia) yang bercampur (dengan dosa, padahal kamu mengetahui) bahwa kamu berbuat kekeliruan.
2.      Q.S Al baqarah : 280
وَإِن كَانَ ذُو عُسۡرَةٖ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيۡسَرَةٖۚ وَأَن تَصَدَّقُواْ خَيۡرٞ لَّكُمۡ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ٢٨٠
280. Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
Kalau ada yang kesulitan membayar, berilah ia tenggang waktu ketika tiba masa pelunasan sampai betul-betul mampu. Sedekah kalian kepadanya dengan membebaskan semua utang atau sebagiannya sungguh baik sekali. Itu jika kalian tahu dan mengerti pesan-pesan moral dan kemanusiaan yang diajarkan Allah.
(Dan jika dia), yakni orang yang berutang itu (dalam kesulitan, maka hendaklah diberi tangguh) maksudnya hendaklah kamu undurkan pembayarannya (sampai dia berkelapangan) dibaca 'maisarah' atau 'maisurah'. (Dan jika kamu menyedekahkannya), dibaca dengan tasydid, yakni setelah mengidgamkan ta pada asalnya pada shad menjadi 'tashshaddaqu', juga tanpa tasydid hingga dibaca 'tashaddaqu', yakni telah dibuang ta, sedangkan artinya ialah mengeluarkan sedekah kepada orang yang sedang dalam kesusahan itu dengan jalan membebaskannya dari utang, baik sebagian maupun keseluruhan (itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui) bahwa demikian itu baik, maka kerjakanlah! Dalam sebuah hadis disebutkan, "Barang siapa yang memberi tangguh orang yang dalam kesusahan atau membebaskannya dari utang, maka Allah akan melindunginya dalam naungan-Nya, di hari saat tak ada naungan selain naungan-Nya." (H.R. Muslim).
3.      Q.S Al baqarah : 282
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيۡنٍ إِلَىٰٓ أَجَلٖ مُّسَمّٗى فَٱكۡتُبُوهُۚ وَلۡيَكۡتُب بَّيۡنَكُمۡ كَاتِبُۢ بِٱلۡعَدۡلِۚ وَلَا يَأۡبَ كَاتِبٌ أَن يَكۡتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ ٱللَّهُۚ فَلۡيَكۡتُبۡ وَلۡيُمۡلِلِ ٱلَّذِي عَلَيۡهِ ٱلۡحَقُّ وَلۡيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُۥ وَلَا يَبۡخَسۡ مِنۡهُ شَيۡ‍ٔٗاۚ فَإِن كَانَ ٱلَّذِي عَلَيۡهِ ٱلۡحَقُّ سَفِيهًا أَوۡ ضَعِيفًا أَوۡ لَا يَسۡتَطِيعُ أَن يُمِلَّ هُوَ فَلۡيُمۡلِلۡ وَلِيُّهُۥ بِٱلۡعَدۡلِۚ وَٱسۡتَشۡهِدُواْ شَهِيدَيۡنِ مِن رِّجَالِكُمۡۖ فَإِن لَّمۡ يَكُونَا رَجُلَيۡنِ فَرَجُلٞ وَٱمۡرَأَتَانِ مِمَّن تَرۡضَوۡنَ مِنَ ٱلشُّهَدَآءِ أَن تَضِلَّ إِحۡدَىٰهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحۡدَىٰهُمَا ٱلۡأُخۡرَىٰۚ وَلَا يَأۡبَ ٱلشُّهَدَآءُ إِذَا مَا دُعُواْۚ وَلَا تَسۡ‍َٔمُوٓاْ أَن تَكۡتُبُوهُ صَغِيرًا أَوۡ كَبِيرًا إِلَىٰٓ أَجَلِهِۦۚ ذَٰلِكُمۡ أَقۡسَطُ عِندَ ٱللَّهِ وَأَقۡوَمُ لِلشَّهَٰدَةِ وَأَدۡنَىٰٓ أَلَّا تَرۡتَابُوٓاْ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً حَاضِرَةٗ تُدِيرُونَهَا بَيۡنَكُمۡ فَلَيۡسَ عَلَيۡكُمۡ جُنَاحٌ أَلَّا تَكۡتُبُوهَاۗ وَأَشۡهِدُوٓاْ إِذَا تَبَايَعۡتُمۡۚ وَلَا يُضَآرَّ كَاتِبٞ وَلَا شَهِيدٞۚ وَإِن تَفۡعَلُواْ فَإِنَّهُۥ فُسُوقُۢ بِكُمۡۗ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ وَيُعَلِّمُكُمُ ٱللَّهُۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٞ ٢٨٢
282. Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu´amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu´amalahmu itu), kecuali jika mu´amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
4.      Q.S Al baqarah : 283
۞وَإِن كُنتُمۡ عَلَىٰ سَفَرٖ وَلَمۡ تَجِدُواْ كَاتِبٗا فَرِهَٰنٞ مَّقۡبُوضَةٞۖ فَإِنۡ أَمِنَ بَعۡضُكُم بَعۡضٗا فَلۡيُؤَدِّ ٱلَّذِي ٱؤۡتُمِنَ أَمَٰنَتَهُۥ وَلۡيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُۥۗ وَلَا تَكۡتُمُواْ ٱلشَّهَٰدَةَۚ وَمَن يَكۡتُمۡهَا فَإِنَّهُۥٓ ءَاثِمٞ قَلۡبُهُۥۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ عَلِيمٞ ٢٨٣
283. Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu´amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
            Disini kita tahu bahwa barang tanggungan diperbolehkan ketika tidak ada tulis menulis dalam hutang piutang, tetapi tidak memakai tangungan tidak masalah asallkan bisa saling percaya.


5.      Q.S Al hadid : 11
مَّن ذَا ٱلَّذِي يُقۡرِضُ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنٗا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥ وَلَهُۥٓ أَجۡرٞ كَرِيمٞ ١١
11. Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.
            Disini ketika kita memnjamkan uang kepada seseorang yang membutuhkan maka alloh swt akan memberikan pahala yang berlipat lipat ganda, maka tidak akan merugi bagi orang yang memberikan sebagian hartanya (memberikan hutang).

B.     Sebab Sebab Turunnya Ayat
1.      Al-baqarah:188
Sa’id bin Zubair berkata, “suatu ketika, Qais bin Abas bersengketa tanah dengan Abdan bin Asywa al-Hadhrami. Lalu Qais hendak bersumpah di hadapan hakim untuk menguatkan pengakuannya atas kepemilikan tanah yang diperebutkan. Kemudian allah menurunkan ayat ini (HR. Ibnu Abi Hatim).
2.      Al-baqarah: 282
Ibnu Abas berkata, “ para penduduk madinah terbiasa menyewakan kebunnya dalam waktu satu, dua, tiga tahun, Rasulullah pun bersabda, ‘siapa yang menyewakan sesuatu, hendaklah dengan ukuran dan waktu tertentu. Kemudian allah menurunkan ayat ini (HR. Bukhari).
C.    Isi Kandungan Ayat
1.      Q.S Al baqarah : 188
Ayat tersebut mengidhafatkan (menghubungkan) harta orang lain kepada kita "amwaalkum" (hartamu), karena sepatutnya seorang muslim mencintai agar orang lain memperoleh apa yang ingin diperolehnya dan menjaga harta orang lain sebagaimana dirinya menjaga hartanya sendiri. Di samping itu, memakan harta orang lain akan menjadikan orang lain akan memakan harta kita ketika mampu.
Yakni dengan sebab yang batil, misalnya dengan sumpah yang dusta, merampas, mencuri, risywah (suap), riba, khianat ketika dititipi barang atau diberi pinjaman dsb. Termasuk ke dalam ayat ini adalah mu'amalah yang haram, seperti riba, judi dengan semua bentuknya, melakukan penipuan (ghisy) dalam jual beli dan sewa-menyewa, jual beli gharar, mengangkat karyawan namun dimakan gajinya, mengambil upah dari pekerjaan yang mereka tidak melakukannya. Bahkan termasuk pula orang-orang yang melakukan ibadah dengan niat memperoleh dunia, di mana asas penggeraknya adalah dunia, mereka tidak mau menjadi muazzin kecuali jika mendapatkan imbalan, dsb. Demikian pula mengambil zakat, sedekah, waqf maupun wasiat padahal mereka tidak berhak atau melebihi haknya. Ini semua merupakan pengambilan harta dengan jalan yang batil, meskipun sampai terjadi pertengkaran yang kemudian dibawa kepada hakim, kemudian orang yang hendak memakan harta orang lain dengan jalan yang batil mengemukakan hujjah-hujjah yang batil untuk mengalahkan orang yang sebenarnya berhak, lalu hakim memutuskan demikian, maka ketetapan hakim tersebut bagaimana pun juga tidaklah menghalalkan yang haram, dan hakim hanyalah memutuskan sesuai yang ia dengar. Jika ia sampai memakan harta itu, maka sesungguhnya ia telah memakannya dengan jalan yang batil dan berbuat dosa dalam keadaan mengetahui, sehingga hukumannya di akhirat lebih berat lagi.
Oleh karena itu, seorang wakil jika telah mengetahui bahwa yang mengangkatnya batil dalam dakwaannya, maka tidak halal baginya menjadi pengacara baginya, sebagaimana firman Allah Ta'ala, "Wa laa takul lil khaa'iniina khashiimaa" (janganlah kamu menjadi pembela bagi orang-orang yang berkhianat).

2.      Q.S Al baqarah : 280
Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
Sepintas, ayat ini menyejukkan. Terlihat bagaimana Islam sangat toleran dalam memperlakukan orang yang sedang berkesusahan, dalam hal ini seorang yang berhutang. 
Namun, kesejukan ini bisa berbalik menjadi angin dingin yang menusuk tulang tatkala beberapa orang menafsirkannya sebagai,
"Yes! Dengan ayat ini aku bisa bebas ngutang duit sama orang-orang! Tunda-tunda aja bayar utangnya! Kan aku ngutang berarti aku lagi susah! Yes!"
Ya, bayangin aja ada orang ngajuin permohonan kredit, misalnya KPR, terus dia nunda-nunda bayar hutangnya sambil menunjukkan surat Al-Baqarah ayat 280 ini. Kalau begini caranya, kredit macet bakal merajalela, dan banyak usaha yang bangkrut. doh!
Sebenernya, ini sih bukan "kekurangan" Islam, tapi orangnya aja yang nggak tahu diri! Seandainya orang yang berhutang itu tahu diri:
  1. Dia pasti lebih memilih hidup nggak punya hutang.
  2. Kalau pun dia harus berhutang, itu kondisinya kalau sudah kepepet banget.
  3. Dia berhutang dalam jumlah sedikit.
  4. Dia berusaha bayar hutangnya, setidaknya bayar hutangnya dicicil.
Selain poin di atas itu, mereka yang berhutang adalah orang yang tidak tahu diri.
3.      Q.S Al baqarah : 282
(Hai orang-orang yang beriman! Jika kamu mengadakan utang piutang), maksudnya muamalah seperti jua beli, sewa-menyewa, utang-piutang dan lain-lain (secara tidak tunai), misalnya pinjaman atau pesanan (untuk waktu yang ditentukan) atau diketahui, (maka hendaklah kamu catat) untuk pengukuhan dan menghilangkan pertikaian nantinya. (Dan hendaklah ditulis) surat utang itu (di antara kamu oleh seorang penulis dengan adil) maksudnya benar tanpa menambah atau mengurangi jumlah utang atau jumlah temponya. (Dan janganlah merasa enggan) atau berkeberatan (penulis itu) untuk (menuliskannya) jika ia diminta, (sebagaimana telah diajarkan Allah kepadanya), artinya telah diberi-Nya karunia pandai menulis, maka janganlah dia kikir menyumbangkannya. 'Kaf' di sini berkaitan dengan 'ya'ba' (Maka hendaklah dituliskannya) sebagai penguat (dan hendaklah diimlakkan) surat itu (oleh orang yang berutang) karena dialah yang dipersaksikan, maka hendaklah diakuinya agar diketahuinya kewajibannya, (dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah, Tuhannya) dalam mengimlakkan itu (dan janganlah dikurangi darinya), maksudnya dari utangnya itu (sedikit pun juga. Dan sekiranya orang yang berutang itu bodoh) atau boros (atau lemah keadaannya) untuk mengimlakkan disebabkan terlalu muda atau terlalu tua (atau ia sendiri tidak mampu untuk mengimlakkannya) disebabkan bisu atau tidak menguasai bahasa dan sebagainya, (maka hendaklah diimlakkan oleh walinya), misalnya bapak, orang yang diberi amanat, yang mengasuh atau penerjemahnya (dengan jujur. Dan hendaklah persaksikan) utang itu kepada (dua orang saksi di antara laki-lakimu) artinya dua orang Islam yang telah balig lagi merdeka (Jika keduanya mereka itu bukan), yakni kedua saksi itu (dua orang laki-laki, maka seorang laki-laki dan dua orang perempuan) boleh menjadi saksi (di antara saksi-saksi yang kamu sukai) disebabkan agama dan kejujurannya. Saksi-saksi wanita jadi berganda ialah (supaya jika yang seorang lupa) akan kesaksian disebabkan kurangnya akal dan lemahnya ingatan mereka, (maka yang lain (yang ingat) akan mengingatkan kawannya), yakni yang lupa. Ada yang membaca 'tudzkir' dan ada yang dengan tasydid 'tudzakkir'. Jumlah dari idzkar menempati kedudukan sebagai illat, artinya untuk mengingatkannya jika ia lupa atau berada di ambang kelupaan, karena itulah yang menjadi sebabnya. Menurut satu qiraat 'in' syarthiyah dengan baris di bawah, sementara 'tudzakkiru' dengan baris di depan sebagai jawabannya. (Dan janganlah saksi-saksi itu enggan jika) 'ma' sebagai tambahan (mereka dipanggil) untuk memikul dan memberikan kesaksian (dan janganlah kamu jemu) atau bosan (untuk menuliskannya), artinya utang-utang yang kamu saksikan, karena memang banyak orang yang merasa jemu atau bosan (biar kecil atau besar) sedikit atau banyak (sampai waktunya), artinya sampai batas waktu membayarnya, menjadi 'hal' dari dhamir yang terdapat pada 'taktubuh' (Demikian itu) maksudnya surat-surat tersebut (lebih adil di sisi Allah dan lebih mengokohkan persaksian), artinya lebih menolong meluruskannya, karena adanya bukti yang mengingatkannya (dan lebih dekat), artinya lebih kecil kemungkinan (untuk tidak menimbulkan keraguanmu), yakni mengenai besarnya utang atau jatuh temponya. (Kecuali jika) terjadi muamalah itu (berupa perdagangan tunai) menurut satu qiraat dengan baris di atas hingga menjadi khabar dari 'takuuna' sedangkan isimnya adalah kata ganti at-tijaarah (yang kamu jalankan di antara kamu), artinya yang kamu pegang dan tidak mempunyai waktu berjangka, (maka tidak ada dosa lagi kamu jika kamu tidak menulisnya), artinya barang yang diperdagangkan itu (hanya persaksikanlah jika kamu berjual beli) karena demikian itu lebih dapat menghindarkan percekcokan. Maka soal ini dan yang sebelumnya merupakan soal sunah (dan janganlah penulis dan saksi -maksudnya yang punya utang dan yang berutang- menyulitkan atau mempersulit), misalnya dengan mengubah surat tadi atau tak hendak menjadi saksi atau menuliskannya, begitu pula orang yang punya utang, tidak boleh membebani si penulis dengan hal-hal yang tidak patut untuk ditulis atau dipersaksikan. (Dan jika kamu berbuat) apa yang dilarang itu, (maka sesungguhnya itu suatu kefasikan), artinya keluar dari taat yang sekali-kali tidak layak (bagi kamu dan bertakwalah kamu kepada Allah) dalam perintah dan larangan-Nya (Allah mengajarimu) tentang kepentingan urusanmu. Lafal ini menjadi hal dari fi`il yang diperkirakan keberadaannya atau sebagai kalimat baru. (Dan Allah mengetahui segala sesuatu).
4.      Q.S Al baqarah : 283
(Jika kamu dalam perjalanan), yakni sementara itu mengadakan utang-piutang (sedangkan kamu tidak beroleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan) ada yang membaca 'ruhunun' bentuk jamak dari rahnun (yang dipegang) yang diperkuat dengan kepercayaanmu. Sunah menyatakan diperbolehkannya jaminan itu di waktu mukim dan adanya penulis. Maka mengaitkannya dengan jaminan, karena kepercayaan terhadapnya menjadi lebih kuat, sedangkan firman-Nya, "... dan jaminan yang dipegang", menunjukkan jaminan disyaratkan harus dipegang dan dianggap memadai walaupun si peminjam atau wakilnya tidak hadir. (Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai yang lainnya), maksudnya yang berpiutang kepada orang yang berutang dan ia tidak dapat menyediakan jaminan (maka hendaklah orang yang dipercayainya itu memenuhi), maksudnya orang yang berutang (amanatnya), artinya hendaklah ia membayar utangnya (dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah, Tuhannya) dalam membayar utangnya itu. (Dan barang siapa yang menyembunyikan kesaksian, maka ia adalah orang yang berdosa hatinya). Dikhususkan menyebutkannya di sini, karena hati itulah yang menjadi tempat kesaksian dan juga karena apabila hati berdosa, maka akan diikuti oleh lainnya, hingga akan menerima hukuman sebagaimana dialami oleh semua anggota tubuhnya. (Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan) hingga tiada satu pun yang tersembunyi bagi-Nya.

5.      Q.S Al hadid : 11
(Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah) dengan cara menafkahkan hartanya di jalan Allah (pinjaman yang baik) seumpamanya hartanya itu dinafkahkan demi karena Allah (maka Allah akan melipatgandakan balasan pinjaman itu) menurut suatu qiraat dibaca Fayudha' 'ifahu (untuknya) mulai dari sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat, sebagaimana keterangan yang telah disebutkan di dalam surah Al Baqarah (dan baginya) di samping pahala yang dilipatgandakan itu (pahala yang banyak) juga disertai mendapat keridaan dari Allah dan disambut dengan baik.

D.    Hubungan Ayat Satu Dengan Ayat Yang Lainnya
Setelah mempelajari beberapa surat-surat yang ada didalam Al Quran yang berhubungan dengan hutang piutang di atas. Dapat diketahui bahwa ayat ayat tersebut memiliki keterkaitan antara ayat satu ke ayat yang lainnya. Sehingga terlihat bagaimana konsep hutang piutang dalam Al Quran, yang termuat dalam ayat ayat berikut ini:
1.      Q.S Al Baqorah :188, dalam ayat ini Kita tidak boleh mengambil harta yang bukan milik kita dengan jalan yang salah.
2.      Q.S Al Baqorah : 280 dalam ayat ini kita dianjurkan untuk memberikan waktu kepada orang yang sulit membayar hutangnya, dan sedekahkan jika kita mengetahui dia sangat kesulitan membayarny.
3.      Q.S Al Baqorah : 282 dalam ayat ini kita harus menulis apabila hendak berhutang, dan menghadirkan sanksi minimal 2 orang  agar tidak adanya kekeliruan di massa yang akan datang.
4.      Q.S Al Baqorah : 283 dalam ayat ini ketika kita tidak bisa menlis hutang piutang tersebut maka kita dianjurkan memberikan tanggungan, tetapi apabila telah saling percaya satu sama lain maka tidak apa, dan yang hutang harus menunaikan hutangnya.
5.      Q.S Al Hadid : 11 Dalam ayat ini alloh akan memberikan balasan berlipat ganda pahala kepada orang yang mau memberikan pinjaman karena alloh swt.
Dari paparan diatas dapat diketahui bahwa ayat ayat tersebut saling memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Karena dalam hutang piutang kita harus menulisnya agar tidak ada kekliruan nantinya dan berikan waktu apabila sipenghutang kesulitan membayar, dan shodakoh kan lah hutang itu jika orang nya benar benar susah membayarnya karna alloh akan memberikan lipat-lipat pahala apabila kita meminjamkan sebagian harta kita karena alloh swt.



BAB III
KESIMPULAN
Hutang piutang pada intinya adalah perbuatan atau aktivitas yang mempunyai tujuan untuk membantu orang lain yang sedang membutuhkan petolongan berupa materi, dan sangat dianjurkan karena memberikan hikmah dan manfaat bagi pemberi utang maupun bagi penerima hutang. Dan hutang piutang diperbolehkan selama tidak unsur yang merugikan salah satu pihak.





DAFTAR PUSTAKA

A.Mahali Mudjab.TT.Asbabun Nuzul.Jakarta:Rajawali Pers