Senin, 26 Maret 2018

PEMBIAYAAN PENGURUSAN HAJI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH


MAKALAH
PEMBIAYAAN PENGURUSAN HAJI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Kontemporer
Dosen Pengampu: Rina El Maza, S.H.I,M.S.I

Disusun Oleh:
Nur Rifa’I                   (1502100198)
Yudho Septian            (1502100319)
Yeyen Widiyanti         (1502100145)

Kelas F
S1 PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
2018




KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas tentang pembiayaan pengurusan haji pada lembaga keuangan syariah. 
Makalah ini dibuat dengan berbagai referensi buku dan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. 
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah yang akan datang. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian. 


Metro, 24 Februari 2018


Kelompok 6



DAFTAR ISI

KATA PENGATAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar belakang masalah 1
B.     Rumusan masalah 2
C.     Tujuan penulisan 2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Dasar hukum pembiayaan pengurusan haji 4
B.     Pelaksanaan pembiayaan dana talangan haji 6
C.     Implementasi Akad pembiayaan dana talangan haji 8
BAB III PENUTUP
Kesimpulan 14
DAFTAR PUSTAKA


BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang masalah
       Perbankan Syariah sebagai Lembaga Keuangan Syariah (LKS) pada awalnya berkembang secara perlahan, tak lama kemudian mulai menunjukkan perkembangan yang semakin cepat mencapai prestasi pertumbuhan di atas perkembangan perbankan konvensional. Perbankan syariah merupakan salah satu perkembangan dalam bidang ekonomi yang telah memberi pengaruh luas terhadap upaya perbaikan umat dan kesadaran baru untuk mengadopsi dan ekspansi lembaga keuangan Islam.
       Adanya perbankan syariah mendapatkan antusias yang besar dari seluruh masyarakat dunia, hal ini dibuktikan dengan pesatnya perkembangan perbankan syariah di tiap-tiap negara. Bank Syariah merupakan bank yang beroperasi dengan prinsip dasar tanpa bunga. Hal itulah yang secara prinsipil membedakannya dengan perbankan konvensional. Kegiatan usaha perbankan syariah pada dasarnya merupakan perluasan jasa perbankan bagi masyarakat yang membutuhkan dan menghendaki pembayaran imbalan yang tidak didasarkan pada sistem bunga, melainkan atas dasar prinsip syariah sebagaimana digariskan syariah (hukum) Islam.
       Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang mayoritas beragama Islam, dengan penduduk muslim terbanyak didunia, dengan 85% dari jumlah penduduk adalah penganut agama Islam. Dalam agama Islam ada rukun Islam tentang berhaji bagi setiap muslim yang mampu. Berdasarkan Q.S. Al Baqarah (2):196

وَأَتِمُّواْ ٱلۡحَجَّ وَٱلۡعُمۡرَةَ لِلَّهِۚ
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan ´umrah karena Allah”.
       Ibadah haji termasuk ibadah yang membutuhkan biaya relatif tinggi, setidaknya untuk muslim Indonesia. Kurang lebih untuk saat ini harta senilai tiga puluh juta harus dipersiapkan untuk pembiayaan ibadah haji. Dana yang sebesar itu tentu bukanlah jumlah yang sedikit, sehingga tidak semua orang bisa melaksanakannya, hanya orang-orang tertentu yang sudah dikatakan berkemampuan (sanggup) dapat melaksanakan ibadah haji.
       Pada kenyataannya yang terjadi sekarang ini, masyarakat dapat berangkat menunaikan ibadah haji dengan dana yang terbatas. Adanya keterbatasan masyarakat ini maka bank syariah mengambil inisiatif dengan mengeluarkan produk penyaluran dana talangan haji. Dalam produk dana talangan haji ini, Kementrian Agama bekerjasama dengan Pihak Bank. Maka dari itu makalah ini akan membahas tentang Pembiayaan talangan haji yang mana merupakan pinjaman dari bank syariah kepada nasabah untuk menutupi kekurangan dana guna memperoleh kursi (seat) haji pada saat pelunasan BPIH (Biaya Perjalanan Ibadah haji). Dana talangan ini dijamin dengan deposit yang dimiliki oleh nasabah. Nasabah kemudian wajib mengembalikan sejumlah uang yang dipinjam itu dalam jangka waktu tertentu. Produk pembiayaan ini menggunakan prinsip Qardh wal Ijarah.
B.     Rumusan masalah
1.      Apa saja yang menjadi dasar hukum dalam pelaksanaan pembiayaan pengurusan haji?
2.      Bagaimana pelaksanaan dalam pembiayan pengurusan dana talangan haji?
3.      Apa saja akad yang digunakan dalam Pembiayaan Dana Pengurusan Haji?
4.      Bagaimana pelaksanaan dari akad untuk pengelolaan pembiayaan pengurusan haji?
C.    Tujuan penulisan
1.      Untuk mengetahui dasar hukum dalam pembiayaan pengurusan haji.
2.      Untuk mendeskripsikan bagaimana pelaksanaan atau mekanisme pembiayaan pengurusan haji dalam perspektif fikih
3.      Untuk mengetahui akad apa yang digunakan dalam pembiayaan pengurusan haji
4.      Untuk mengetahui bagaimana implementasi akad yang terdapat dalam proses pembiayaan pengurusan haji


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Dasar Hukum Pembiayaan Pengurusan Haji
       Menurut Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang Perbankan menyatakan “pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil”.
       Dana dikeluarkan produk pembiayaan Dana Talangan Haji ini adalah berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI NO. 29/DSN-MUI/VI/2002 tanggal 26 juni 2002 tentang Pembiayaan Penggurusan Haji oleh LKS (lembaga keuangan sayariah).[1]
Adapun fatwa tersebut memutuskan kebolehan produk ini berdasarkan dalil-dalil sebagai berikut:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَوۡفُواْ بِٱلۡعُقُودِۚ أُحِلَّتۡ لَكُم بَهِيمَةُ ٱلۡأَنۡعَٰمِ إِلَّا مَا يُتۡلَىٰ عَلَيۡكُمۡ غَيۡرَ مُحِلِّي ٱلصَّيۡدِ وَأَنتُمۡ حُرُمٌۗ إِنَّ ٱللَّهَ يَحۡكُمُ مَا يُرِيدُ ١
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.



Ketentuan-ketentuan fatwa tersebut adalah sebagai berikut:[2]
1.      Dalam pengurusan haji nasabah, LKS dapat memperoleh imbalan jasa (ujroh) dengan menggunakan prinsip al-ijarah sesuai Fatwa DSN-MUI nomor 9/DSN-MUI/IV/2002.
2.      Apabila diperlukan, LKS dapat dapat membantu menalangi pembayaran BPIH nasabah dengan menggunakan prinsip al-qardh sesuai fatwa DSN-MUI nomor 19/DSN-MUI/IV/2001.
3.      Jasa pengurusan haji yang dilakukan LKS tidak boleh dipersyaratkan dengan pemberian talangan haji.
4.      Besar imbalan jasa al-ijarah tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan al-qord yang diberikan LKS kepada nasabah.
       Di dalam fatwa tersebut, DSN-MUI mengemukakan dalil-dalil umum mengenai kebolehan akad qardh dan ijarah sebagai akad yang menjadi komponen produk ini. Ketentuan qardh dan ijarah pun telah diatur dalam fatwa-fatwa yang lain. Untuk akad qardh, ketentuannya adalah sebagai berikut:[3]
1.      Al-qordh adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan.
2.      Nasabah al-qardh wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama.
3.      Biaya administrasi dibebankan kepada nasabah.
4.      LKS dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana dipandang perlu.
5.      Nasabah al-qardh dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela kepada LKS selama tidak diperjanjikan dalam akad.
6.      Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan LKS telah memastikan ketidakmampuannya, LKS dapat:
a.     Memperpanjang jangka waktu pengembalian, atau
b.    Menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibannya.
Sementara itu, ketentuan akad ijarah diatur sebagai berikut:
1.      Sighat ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang bertekad (berkontrak).
2.      Pihak-pihak yang berakad terdiri atas pemberi sewa/pemberi jasa dann penyewa/pengguna jasa.
3.      Objek akad ijarah adalah:
a.       Manfaat barang dan sewa, atau
b.      Manfaat jasa dan upah.
Tujuan atau manfaat pembiayaan pengurusan haji
a.       Bagi bank, sebagai salah satu bentuk penyaluran dana, meningkaykan pembiayaan konsumtif syariah, meningkatkan jumlah nasabah, dan juga yang pasti menigkatkan profitabilitas pembiayaan dari sebuah lembaga perbankan Syariah.
b.      Bagi nasabah, mendapatkan pembiayaan untuk talangan dalam rangka pendaftaran ibadah haji untuk mendapatkan porsi haji dengan persyaratan mudah dang proses lebih cepat.

B.     Pelaksanaan Pembiayan Dana Talangan Haji
       Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh calon nasabah dalam pengajuan permohonan dana talangan atau pembiayaan haji, misalnya Bank Syariah Mandiri salah satu Lembaga Keuangan Syariah yang memberikan pembiayaan pengurusan haji atau pembiayaan dana talangan haji. Permohonan pembiayaan hanya dibatasi kepada nasabah yang telah memiliki tabungan Mabrur, tabungan mabrur adalah tabungan dengan menggunakan mata uang rupiah untuk membantu pelaksanaan ibadah haji dan umroh pada bank syariah dan telah menyetorkan BPIH melalui bank dengan kriteria sebagai berikut:[4]
1.      cakap hukum
2.      perorangan yang memiliki pekerjaan tetap atau yang menurut penilaian dari pihak Bank diyakini memiliki kemampuan mengembalikan dana talangan haji yang diajukan sesuai dengan akad yang telah desepakati
3.      bersedia memberikan jaminan sesuai dengan ketentuan bank
4.      nasabah memberikan jaminan kepada pihak bank sesuai dengan akad.
       Dalam pelaksanaan pembiayaan pengurusan haji atau pembiayaan dana talangan haji pada bank syariah ada beberapa tahap. Tahap tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
       Pertama, permohonan fasilitas pembiayaan dana pengurusan atau talangan haji dilakukan oleh nasabah dengan mengisi form pembiayaan. Selain mengisi form pembiayaan, nasabah juga harus melengkapi beberapa dokumen yang diperlukan oleh bank, diantaranya adalah foto kopi KTP, foto kopi Kartu Keluarga, foto kopi surat nikah, hal ini dapat digunakan bank dalam memperoleh informasi mengenai identitas nasabah.[5] Selain itu ada juga dokumen surat pembatalan haj, surat pengunduran diri dari DEPAG, surat kuasa pengurusan pembatalan haji, dokumen surat-surat ini digunakan sebagai jaminan apabila nasabah membatalkan keberangkatan hajinya atau nasabah tidak bisa melanjutkan pembiayaan dana pengurusan haji pada bank.
       Kedua, pembukaan rekening tabungan mabrur yang dilakukan sebelum nasabah atau calon jamaah haji melakukan pengajuan pembiayaan dana pengurusan haji. Ketika nasabah telah membuka rekening tabungan mabrur, maka dana pembiayaan talangan haji yang telah dicairkan nantinya akan masuk ke rekening nasabah, sebelum disetorkan kepada Departemen Agama.
       Ketiga, akad yang digunakan dalam pembiayaan dana pengurusan haji, ada dua akad yaitu akad al-qardh dan akad ijarah. Kedua akad tersebut di tandatangani oleh nasabah pada bagian customer service. Akad ditandatangani bukan hanya oleh nasabah, tetapi dilakukan pula oleh pihak bank, sehingga persyaratan yang ada pada akad akan dipenuhi oleh kedua belah pihak, yaitu pihak bank dan pihak nasabah.
       Keempat, pencairan dana pengurusan haji dilakukan pada bagian administrasi. Pencairan yang dilakukan oleh pihak bank akan langsung masuk pada rekening tabungan mabrur nasbah. Jumlah nominal yang masuk sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, yaitu sebesar Rp22.500.00.

C.    Implementasi Akad Pembiayaan Dana Pengurusan Haji
       Adapun yang dimaksud dengan akad atau perjanjian adalah janji setia kepada Allah SWT dan juga meliputi perjanjian yang dibuat oleh manusia dengan sesama manusia dalam pergaulan hidupnya sehari-hari.
1.      Akad Al-Qardh
       Pengertian qordh srcara etimologi adalah al-qoth’u (arab) yang berarti potongan dalam konteks akad qordh adalah potongan yang berasal dari harta orang yang memberikan uang. Al-qordh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali, atau dengan kata lain, meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.[6] Dalam akad ini diwajibkan untuk mengembalikan pokok pinjaman yang diterimanya pada waktu yang telah disepakati baik secara sekaligus maupun cicilan. Dalam literatur fiqih klasik, qard dikategorikan dalam akad tathawuu’i atau akad saling membantu dan bukan transaksi komersil. Landasan hukum dari qardh yaitu:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيۡنٍ إِلَىٰٓ أَجَلٖ مُّسَمّٗى فَٱكۡتُبُوهُۚ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu´amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.
Berkaitan dengan adanya pembiayan dana pengurusan haji pada bank syariah pihak bank mengunakan akad sebagai perjanjian dengan nasabah. Akad yang digunakan ada dua, yaitu akad al-qardh dan akad ijarah. Dalam pembiayaan dana talangan pengurusan haji fungsi akad qardh adalah sebagai akad perjanjian antara nasabah dengan pihak bank, yang menyatakan bahwa jumlah pembiayaan pengurusan haji atau dana talangan haji yang diberikan kepada nasabah akan dikembalikan kepada bank sesuai dengan jumlah yang diberikan oleh bank tanpa ada penambahan.[7] Pembiayaan dana pengurusan haji dengan menggunakan akad al-qardh dapat digambarkan sebagai berikut:

Nasabah
Mandiri
 
Bank Syariah
 
 






                           Diberikan                                     Kembali kpd
Tabungan Haji
 
                           kpd nsbh                                       Bank 100%
 


       Dari gambar bagan diatas dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan akad al-qardh maka nasabah hanya perlu mengembalikan jumlah dana pengurusan atau dana talangan haji berdasarkan jumlah yang telah tertera tanpa adanya tambahan. Akad al-qardh merupakan akad pelengkap pada pembiayaan dana pengurusan atau dana talangan haji. Tidak ada jumlah keuntungan dari akad al-qardh yang digunakan sebagai akad pinjaman dana pembiayaan pengurusan haji atau dana talangan haji.
2.      Akad Ijarah
       Menurut hukum islam, ijarah merupakan upah, sewa, jasa, atau imbalan. Salah satu bentuk kegiatan muamalah dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, seperti sewa-menyewa, kontrak atau menjual jasa, dan lain-lain.[8]
Adapun landasan syari’ah dari ijarah ini adalah firman allah SWT:
وَإِنۡ أَرَدتُّمۡ أَن تَسۡتَرۡضِعُوٓاْ أَوۡلَٰدَكُمۡ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ إِذَا سَلَّمۡتُم مَّآ ءَاتَيۡتُم بِٱلۡمَعۡرُوفِۗ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِيرٞ ٢٣٣
“Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al - Baqarah ayat 233).
       Akad ijarah pada pembiayaan dana pengurusan haji digunakan sebagai akad sewa (jasa). Dalam penggunaan akad ijarah, bank bertindak selaku pemberi talngan kepada nasabah dengan perjanjian nasabah akan mengembalikan jumlah talangan pengurusan haji yang diberikan, dalam pelaksanaan akad ijarah bank akan mendapatkan fee ujroh atau disebut juga dengan upah jasa.[9] Fee ujroh ini dikenakan atas sewa yang diberikan oleh bank kepaada nasabah. Fee ujroh yang diberikan oleh bank ada tiga jenis, hal ini disesuaikan dengan jumlah tahun pelunasan yaitu:





Jumlah fee ujroh sebagai berikut:
Ketentuan talangan haji Fasilitas Talangan Rp 22.500.00 (akad selama 3 tahun)

Jangka Waktu                              1 Tahun                 2 Tahun                       3 Tahun
Dana yang harus disiapkan:         
Pendaftaran BPIH                     Rp 2.500.000          
Tabungan Mabrur                        RP 500.00
Ujroh                                         Rp 2.000.000          Rp 1.700.00                Rp 1.700.00
Materai                                           Rp 60.000
Total Setoran Awal                   Rp 5.060.000

       Fee ujroh (upah jasa) Rp2.000.000, dikenakan pada awal tahun pertama saat nasabah mengajukan permohonan pembiayaan pengurusan haji, fee ujroh (upah jasa) Rp1.700.000, dikenakan kepada nasabah pada tahun kedua, fee ujroh (upah jasa) Rp1.700.000, dikenakan kepada nasabah pada tahun ketiga sebagai pelunasan keseluruhan ujroh, sehingga apabila dilakukan total jumlah fee ujroh selama tiga tahun sejumlah Rp.5.400.000.
       Ketentuan pembiayaan dana pengurusan haji yang diberikan oleh Bank Syariah dapat diperinci dengan menggunakan tabel diatas.
       Dari tabel diatas dapat diuraikan bahwa jumlah setoran awal untuk mendapatkan pembiayaan pengurusan haji adalah Rp5.060.000, dengan rincian yang telah diuraikan. Dari jumlah setoran yang diberikan nasabah maka akan diperoleh porsi haji. Jumlah pembiayaan dana talangan haji yang diberikan oleh nasabah akan dikembalikan sesuai dengan akad al-qardh, sedangkan sewa pada pembiayaan menggunakan akad ijarah dan dari sewa yang diberikan (sewa jasa) atas pendaftaran porsi haji maka akan diperoleh fee ujroh (upah jasa).
       Ketentuan tentang pembiayaan pengurusan haji telah diatur dalam Fatwa DSN No.29/DSNMUI/IV/2002. Dalam fatwa ini ketentuan umum pembiayaan pengurusan haji adalah sebagai berikut: Dalam pengurusan haji bagi nasabah, LKS dapat memperoleh imbalan jasa (ujroh) dengan menggunakan prinsip al-ijarah. Apabila diperlukan, LKS dapat membantu menalangi pembayaran BPIH nasabah dengan menggunakan prinsip al-qardh. Jasa pengurusan haji yang dilakukan LKS tidak boleh dipersyaratkan dengan pemberian talangan haji. Besar imbalan jasa al-ijarah tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan al-qardh yang diberikan LKS kepada nasabah.
       Pembiayaan dana pengurusan haji merupakan pinjaman dana talangan dari bank kepada nasabah khusus untuk menutupi kekurangan dana untuk memperoleh kursi/seat haji dan pada saat pelunasan BPIH. Selain syarat yang harus dipenuhi, terdapat juga pelaksanaan pembiayaan dana talangan haji diantaranya penandatanganan akad dan penairan dana talangan haji.[10]
Akad merupakan surat perjanjian pihak bank dengan nasabah, dalam hal ini akad yang digunakan yaitu akad al-qard dan akad ijarah. Akad al-qardh digunakan sebagai pedoman pinjaman dana pembiayaan, dalam hal ini adalah pembiayan danapengurusan atau dana talangan haji, sedangkan akad ijarah digunakan bank sebagai pedoman sewa sistem atas pendaftaran nasabah sebagai calon jamaah haji.[11] Manfaat pemberian pembiayaan dana pengurusan haji bagi bank adalah pembayaran jumlah talangan dana yang diberikan kepada nasabah akan dikembalikan nasabah dengan tepat waktu sesuai dengan akad yang ada, sehingga kemungkinan resiko macet atas pengembalian dana talangan haji dapat diminimalisir. Dengan adanya pembiayaan dana talangan haji ini juga bermanfaat bagi nasabah khususnya yang ingin mendaftar sebagai calon jamaah haji. Pembiayaan dana pengurusan haji dapat memberikan kemudahan pendaftaran nasabah khususnya nasabah yang memiliki dana tidak mencukupi untuk pembayaran BPIH (Biaya Perjalanan Ibadah Haji). Dana pembiayaan yang diberikan kepada nasabah juga dapat dicairkan dengan cepat sehingga nasabah tidak perlu menunggu lama, selain itu nasabah hanya perlu mengembalikan pinjaman talangan haji sesuai jumlah yang diberikan bank dan membayar ujroh sesuai dengan ketentuan yang ada.



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
       Pembiayaan dana pengurusan haji dilaksanakan dengan syarat-syarat tertentu, syarat tersebut diantaranya adalah: pembukaan rekening tabungan mabrur, nasabah harus cakap hukum, nasabah juga harus memiliki pekerjaan tetap atau menurut penilaian dari pihak bank diyakini memiliki kemampuan mengembalikan dana pembiayaan yang diberikan dan nasabah bersedia memberikan jaminan.
       Akad yang digunakan dalam pembiayaan talangan haji jelas, yaitu akad al-qardh dan akad ijarah. Akad al-qardh digunakan sebagai pedoman pinjaman dana talangan haji yang diberikan kepada nasabah, sedangkan akad ijarah digunakan sebagai pedoman sewa sistem atas pendaftaran nasabah sebagai calon jamaah haji dan nasabah akan membayar fee ujroh (upah jasa) atas sewa yang dilakukan.
       Pelaksanaan pembiayaan dana talangan haji sudah sesuai dengan ketentuan pembiayaan pengurusan haji yang telah diatur dalam Fatwa DSN No.29/DSN-MUI/VI/2002, besar imbalan jasa al-ijarah tidak didasarkan pada jumlah talangan al-qardh yang diberikan kepada nasabah, dengan ketentuan bank syariah memberikan pembiayaan dana talangan haji kepada setiap calon nasabah sebesar Rp 22.500.00.
       Dana pembiayaan yang diberikan kepada nasabah dapat dicairkan dengan cepat sehingga nasabah tidak perlu menunggu lama.
       Peningkatan upaya sosialisasi lebih intensif dalam memberikan gambaran yang jelas mengenai keunggulan komparatif perbankan syariah mengingat ada kesan dalam masyarakat bahwa bank syariah tidak berbeda dengan bank konvensional lainnya sebagian besar disebabkan oleh belum pahamnya masyarakat terhadap sistem dan produk perbankan syariah melalui media interpersonal maupun media cetak dan elektronik.
       Aksesibilitas bank syariah oleh masyarakat menjadi hal penting yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan lokasi bank syariah yang meliputi kemudahan masyarakat dalam mengakses bank syariah berupa jaringan layanan yang luas. Pembiayaan dana talangan haji jumlah pembayaran ujroh sebaiknya jangan terlalu mahal agar tidak memberatkan nasabah penerima pembiayaan dana pengurusan haji.

DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013.
Ali Rokhmad, Dinamika dan Perspektif Haji Indonesia, jakarta: Pustaka Firdaus,2009.
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: pt. RajaGrafindo Persada, 2007.
Fatwa Dewab Syariah Nasional No: 29/DSN-MUI/VI/2002 tentangPembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syariah.
Heri Sudarso, Bank Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, Cet ke-4, yogyakarta: Ekonisi, 2007.
Himpunan Fatwa Keuangan Syariah, Dewan Syariah Nasional MUI, Erlang.
Imam mustafa, fiqih mu’amalah kontemporer, Rajawali Pers, Jakarta, 2016.
Kadir, A.., Hukum Bisnis Syariah Dalam Al-Quran, jakarta: Amzah, 2010.
Mas’adi, Ghufron A, Fiqh Muamalah Kontekstual, Ed 1, Cet 1, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002
Ridwan, Muhammad, Konstruksi Bank Syariah di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka SM, 2007
Siah Khosyi’ah, Fiqh Muamalah Perbandingan, Cet 1, Bandung: Pustaka Setia, 2014



[1] Imam mustafa, fiqih mu’amalah kontemporer, Rajawali Pers, Jakarta, 2016, h. 60
[2] Fatwa Dewab Syariah Nasional No: 29/DSN-MUI/VI/2002.
[3] Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013. h. 57

[4] Ibid. h. 58
[5] Mas’adi, Ghufron A, Fiqh Muamalah Kontekstual, Ed 1, Cet 1, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002. h. 33
[6] Kadir, A.., Hukum Bisnis Syariah Dalam Al-Quran, jakarta: Amzah, 2010. h. 70

[7] Himpunan Fatwa Keuangan Syariah, Dewan Syariah Nasional MUI, Erlang. h. 28
[8] Ibid. h. 74
[9] Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: pt. RajaGrafindo Persada, 2007.
[10] Ali Rokhmad, Dinamika dan Perspektif Haji Indonesia, jakarta: Pustaka Firdaus,2009. h. 38
[11] Siah Khosyi’ah, Fiqh Muamalah Perbandingan, Cet 1, Bandung: Pustaka Setia, 2014. h. 70