MAKALAH
PEMERIKSAAN
PEMBIAYAAN (FINANCING) BANK SYARIAH
Disusun Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah Auditing Bank Syariah 2
Dosen Pengampu: Fitriani, SE., MM
Disusun
Oleh Kelompok 7 :
Renita Wijayanti (1502100296)
Rifqi Renaldi (1502100300)
Seffia Yulistiani (1502100118)
Yeyen Widiyanti (1502100145)
Yudho Septian (1502100319)
Yuni Setiawati (1502100228)
Renita Wijayanti (1502100296)
Rifqi Renaldi (1502100300)
Seffia Yulistiani (1502100118)
Yeyen Widiyanti (1502100145)
Yudho Septian (1502100319)
Yuni Setiawati (1502100228)
Kelas
F
S1 Perbankan Syariah
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
1439
H/2018 M
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya kami dapat menyusun makalah ini
dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas tentang Pemeriksaan Pembiayaan
(Financing) Bank Syariah.
Makalah ini dibuat dengan berbagai referensi buku dan
beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan
hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini
masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah yang akan datang. Akhir kata semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kita sekalian.
Metro, 22 Maret 2018
Kelompok 5
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... ........ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang.................................................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah............................................................................................. 1
C.
Tujuan............................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. .......................................................................................................................... 2
C. ................................................................................................................... ....... 7
D. 11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................ ..... 15
B. Saran.......................................................................................................... ..... 15
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembiayaan merupakan operasional
perbankan syariah yang dapat ikut memajukan kesejahteraan ekonomi. Pembiayaan
yang disalurkan bank yang dapat digunakan untuk keperluan konsumsi, investasi
maupun modal kerja ini melancarkan perputaran kegiatan ekonomi antara produksi
dan konsumsi. Namun, kegiatan bank syariah berupa pembiayaan ini senantiasa dihadapkan
pada risiko-risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan
asas-asas maupun pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sehat
(Undang-Undang RI).
Bank yang tidak memperhatikan
asas-asas pembiayaan yang sehat dalam menyalurkan pembiayaannya, akan terkena
berbagai risiko yang harus ditanggungnya antara lain; utang/kewajiban atau margin/bagi hasil/fee tidak dibayar, membengkaknya
biaya yang dikeluarkan dan turunnya kesehatan pembiayaan (finance soundness). Risiko-risiko tersebut dapat menimbulkan
pembiayaan bermasalah (Non Performing
Financing/NPF) yang dapat disebabkan oleh faktor ekstern maupun intern
bank. Menurut Hariyani suatu pembiayaan dikatakan masuk dalam kategori Non Performing Finance apabila menempati
tingkat kolektibilitas nasabah pembiayaan ke-3 (Kurang Lancar), ke-4
(Diragukan) dan ke-5 (Macet). Terjadinya pembiayaan bermasalah (NPF) tersebut
di antaranya disebabkan oleh faktor internal pembiayaan seperti penyimpangan
dalam pelaksanaan prosedur pembiayaan, itikad kurang baik dari pemilik atau
pengurus bank dan lemahnya sistem informasi pembiayaan macet. Sedangkan
penyebab dari faktor eksternal di antaranya kegagalan usaha debitur,
pemanfaatan iklim persaingan perbankan yang tidak sehat oleh debitur, maupun
perubahan kondisi perekonomian negara.
B.
Tujuan
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pembiayaan
Bank Syariah
Pembiayaan (financing) dapat diartikan sebagai pendanaan yang diberikan oleh
suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah
direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Kaitannya dengan
pembiayaan pada perbankan Islam, istilah teknisnya disebut aktiva produktif,
yaitu penanaman dana bank syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam
bentuk pembiayaan, piutang, qard dan
sertifikat wadi’ah.
Pembiayaan yang disalurkan bank
syariah mempunyai karakteristik sendiri-sendiri, tergantung masing-masing bank.
Namun secara umum dari produk pembiayaan, pelaksana pembiayaan, proses
pemberian pembiayaan dan ketentuan tingkat kolektibilitas pembiayaan bank
syariah dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Pembiayaan dengan prinsip jual beli
(Bai’) yang terdiri dari pembiayaan murabahah, salam dan istithna’. Pembiayaan
murabahah yaitu transaksi jual beli
di mana bank menyebutkan keuntungan yang diambilnya dari nasabah. Pembiayaan salam yaitu jual beli di mana barang
yang diperjual belikan belum ada atau diserahkan secara tangguh sementara pembayaran dilakukan
tunai/cicilan. Sedangkan pembiayaan istithna’
yaitu jual beli yang pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa
kali. Skim istishna’ dalam bank syariah biasanya diaplikasikan dalam pembiayaan
manufaktur dan konstruksi
2.
Pembiayaan dengan prinsip sewa (Ijarah) yaitu transaksi yang dilandasi
adanya perpindahan manfaat. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah
barang, pada ijarah ini objek
transaksinya adalah jasa.
Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (Shirkah) yang terdiri dari pembiayaan musharakah dan pembiayaan
mudharabah. Pembiayaan musharakah yaitu
semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih di mana mereka secara
bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun
yang tidak berwujud. Sedangkan pembiayaan mudarabah
yaitu bentuk kerja sama antara
dua atau lebih pihak di mana pemilik modal (shahibul
mal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudarib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini
menegaskan kerja sama dalam paduan kontribusi 100% modal kas dari shahibul mal dan keahlian dari mudharib.
B.
Pelaksana
Pembiayaan
Pelaksana pembiayaan pada bank
syariah umumnya dicakup dalam bagian pemasaran. Hal ini sesuai dengan fungsi
bagian pemasaran, yaitu sebagai aparat manajemen yang ditugaskan untuk membantu
direksi dalam menangani tugas-tugas khususnya yang menyangkut bidang marketing
dan pembiayaan. Di samping itu berfungsi juga sebagai supervisi dan pekerjaan
lain sesuai dengan ketentuan manajemen.
Ada empat petugas yang menjalankan
aktivitas pembiayaan pada bank syariah, mulai dari petugas yang menawarkan
produk bank syari’ah sampai pada yang menangani pembiayaan macet, yaitu:
1.
Account
Officer (A/O)
bertugas memproses calon nasabah
pembiayaan atau permohonan pembiayaan sehingga menjadi nasabah.
2.
Unit Support Pembiayaan, bersama dengan A/O mengadakan penilaian pemohon
pembiayaan sehingga memenuhi kriteria dan persyaratannya.
3.
Unit Administrasi Pembiayaan.
Setelah pemohon menjadi nasabah mulai dari pencairan dananya sampai pelunasan
ataupun pembayaran-pembayaran debitur akan ditangani oleh unit administrasi
pembiayaan.
4.
Unit Pengawasan Pembiayaan, bertugas
untuk memantau pembiayaan antara lain membuat surat-surat peringatan kepada
nasabah berupa penagihan-penagihan. Di samping itu juga mengadministrasikan
jaminan ataupun mengurusi file
nasabah.
C.
Proses
Pemberian Pembiayaan
Proses
pemberian pembiayaan merupakan suatu rangkaian yang bersifat end to end, mulai tahap inisiasi, tahap analisis pembiayaan, tahap pemutusan
pembiayaan, tahap pencairan, tahap monitoring dan tahap penyelesaian atau
restrukturisasi jika pembiayaan menjadi bermasalah. Menurut Ikatan Bankir
Indonesia (2014: 71) tahapan pemberian pembiayaan yaitu:
1.
Inisiasi. Pada tahap ini, bank menerima
permohonan pembiayaan atau penawaran pembiayaan kepada nasabah.
2.
Analisis Pembiayaan. Analisis
pembiayaan terdiri dari analisis kualitatif dan kuantitatif yang berisi
analisis aspek-aspek antara lain Character,
Capacity, Capital, Condition of
Economic dan Collateral. Analisis
kualitatif pembiayaan meliputi aspek
legalitas dan perizinan usaha, aspek karakter dan manajemen, aspek teknis
produksi, aspek pemasaran dan aspek lingkungan dan sosial. Sedangkan aspek
analisis kuantitatif meliputi analisis laporan keuangan, feasibility analysis, analisis sensitivitas, analisis agunan dan
analisis risiko dan mitigasi.
3.
Pemutusan Pembiayaan. Penetapan
jumlah pembiayaan yang diputuskan harus disesuaikan dengan Batas Maksimum
Pemberian Pembiayaan, baik yang diatur seccara eksternal maupun internal bank.
4.
Tahap Pencairan. Kewenangan dalam
memutuskan pencairan pembiayaan dapat dilakukan oleh level direksi maupun
pimpinan dan staf. Pada saat pencairan pembiayaan terdapat satu dokumen penting
yaitu Akad Pembiayaan. Akad Pembiayaan diperlukan tidak hanya mengatur
kewajiban kedua belah pihak antara bank dan nasabah, namun juga mengatur
bilamana pembiayaan akan dilunasi sebelum jangka waktunya.
5.
Tahap Monitoring. Pembiayaan yang
telah ditarik oleh nasabah harus dipantau oleh bank secara terus menerus untuk
memastikan bahwa seluruh persyaratan dan ketentuan yang berlaku dipenuhi
nasabah dan bank.
6.
Penanganan Pembiayaan Bermasalah,
dapat dilakukan alternatif solusi sebagai berikut:
a.
Rehabilitasi, yaitu pertimbangan
bank atas nasabah yang dapat menyelesaikan kewajibannya di kemudian hari atau
bank dapat memperpanjang jangka waktu (Rescheduling)
atau dengan Reconditioning
(penundaan pembayaran marjin sampai waktu
tertentuenurunan marjin)
b.
Likuidasi agunan
c.
Menyatakan bangkrut atas nasabah
d.
Hapus buku (write off) dan hapus tagih (hair
cut).
D.
Audit
Internal Bank
Audit internal dapat didefinisikan
sebagai suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk
menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan. Tujuan audit
internal adalah membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan
tanggung jawabnya secara efektif. Untuk itu, audit internal akan melakukan
analisis, penilaian, dan mengajukan saran-saran kepada manajemen organisasi
dalam pengambilan keputusan.
Sifat dari fungsi audit internal
yang independen diartikan ke dalam dua pengertian, yaitu mengambil sikap
netral, tidak memihak dan bebas dari pengaruh, serta keberpihakan pada
kepentingan yang lebih besar/bernilai. Independensi ini menjadi kunci kebebasan
sekaligus batasan bagi audit internal dalam menjalakan aktivitas pokoknya untuk
menggali objek pengawasan dan menyajikan hasil pengawasannya.
Selanjutnya agar penjabaran operasional
dari misi, kewenangan, independensi dan ruang lingkup pekerjaan audit internal
bank terlaksana sesuai dengan yang diharapkan, Bank Indonesia telah menetapkan
Standar Pelaksanaan Fungsi
Audit Intern Bank (SPFAIB) sebagai
ukuran minimal yang harus dipatuhi oleh semua bank umum di Indonesia. Ketentuan
dalam SPFAIB tersebut dilaksanakan oleh Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) di
masing-masing bank. Satuan kerja ini boleh saja namanya berbeda-beda namun
mengandung makna sesuai SPFAIB, misalnya Divisi Audit Intern, Urusan Audit
Intern, Group Audit Intern, dan sebagainya.
1.
Pengorganisasian
Audit Internal
Organisasi audit internal yang menjalankan tugasnya sebagai
Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) suatu bank disesuaikan dengan perkembangan
bank itu sendiri dan ditetapkan dengan Surat Keputusan Direksi. SKAI dipimpin
langsung oleh Kepala SKAI yang diangkat dan diberhentikan oleh Direktur Utama
dengan persetujuan Dewan Audit serta dilaporkan ke Bank Indonesia. Kepala SKAI
bertanggung jawab kepada Direktur Utama dan dapat berkomunikasi secara langsung
dengan Dewan Audit untuk menginformasikan berbagai hal yang berhubungan dengan
audit. Adapun kedudukan Dewan Audit itu sendiri dalam konsep SPFAIB harus
independen terhadap manajemen bank yang diauditnya. Oleh karena itu, Dewan
Audit bertanggung jawab langsung kepada Dewan Komisaris bank. Fungsi, tanggung
jawab, wewenang dan kode etik Dewan Audit Bank diuraikan dalam satu piagam yang
disebut dengan Piagam Dewan Audit Charter (Internal
Audit Charter). Maksud dari Piagam
tersebut adalah untuk memberikan
pengertian umum mengenai tujuan dan ruang lingkup tugas-tugas SKAI serta untuk
membedakan antara tanggung jawab dan wewenang SKAI dengan manajemen.
2.
Pelaksanaan
Audit Internal
Pelaksanaan audit sangat dipengaruhi
oleh besarnya organisasi dan karakteristik operasi satuan kerja auditee yang akan diaudit. SPFAIB
merinci pelaksanaan audit ini ke dalam enam tahap kegiatan, yaitu:
a.
Persiapan audit
Merupakan tahap perencanaan bagi auditor yang meliputi
pengambilan sampel, penugasan serta pengarahan Ketua Audit kepada tim audit
yang disebar pada setiap Kantor Cabang.
b.
Penyusunan program audit
Program audit ini disusun sebelum tim audit berangkat, namun
tak tertutup kemungkinan untuk dilakukan perubahan di lapangan mengingat
kondisi kerja yang ada. Adanya program audit secara tertulis akan memudahkan
pengendalian audit selama tahap-tahap pelaksanaan. Program audit tersebut dapat
diubah sesuai dengan kebutuhan selama audit berlangsung.
c.
Pelaksanaan penugasan audit Tahapan
pelaksanaan audit meliputi kegiatan mengumpulkan, menganalisis,
menginterpretasi dan mendokumentasi bukti-bukti audit dan informasi lain yang
dibutuhkan sesuai dengan prosedur yang digariskan dalam program audit untuk
mendukung hasil audit. Pelaksanaan audit menurut SPFAIB meliputi pengumpulan
informasi untuk temuan audit yang dikuatkan dengan bukti-bukti, mencatat
aktivitas audit selama proses perolehan temuan audit dalam Kertas Kerja Audit
(KKA) serta evaluasi dari hasil audit.
d.
Pelaporan Hasil Audit
Laporan adalah satu produk utama dari SKAI. Artinya,
kualitas laporan yang dibuat dapat mencerminkan kualitas dari pelaksanaan audit
para auditor intern. Konsep ini dijabarkan dalam SPFAIB, namun bentuk teknisnya
sangat bergantung pada kebutuhan bank yang bersangkutan. Setelah selesai
melakukan kegiatan audit, auditor intern bank berkewajiban menuangkan hasil
audit dalam bentuk laporan tertulis. Laporan tersebut harus memenuhi standar
pelaporan, memuat kelengkapan materi, dan melalui proses penyusunan yang baik.
e.
Tindak Lanjut Hasil Audit
SKAI bank harus
memantau dan menganalisis serta
melaporkan perkembangan pelaksanaan tindak lanjut perbaikan yang telah
dilakukan auditee.
f.
Dokumentasi dan Administrasi
Sesuai dengan SPFAIB, SKAI harus mendokumentasikan dan
mengadministrasikan bukti dokumen termasuk surat dan laporan hasil audit sejak
tahap perencanaan sampai evaluasi.
Ikatan Bankir Indonesia
membahas tentang aktivitas dalam menindaklanjuti hasil temuan audit. Laporan
hasil audit yang disusun auditor, auditor
memberikan saran perbaikan serta informasi objektif atas kegiatan yang direview kepada semua tingkatan manajemen
bank. Dengan demikian sudah seharusnya semua pihak yang berhubungan dengan
operasional perbankan berkepentingan untuk mengetahui, memahami dan memastikan
semua temuan berikut permasalahan serta dampak kerugian yang timbul sebagaimana
yang tertuang dalam Hasil Audit untuk segera diperbaiki sesuai waktu yang telah
menjadi komitmen bersama.
E.
Analisis
Mekanisme Audit Internal Pembiayaan
Fungsi penilaian dan evaluasi oleh audit internal ditujukan
sebagai bentuk manajemen pengendalian risiko. Risiko-risiko pada Bank BRI
Syariah dianalisis penyebab-penyebabnya. Pada kegiatan penyaluran
pembiayaannya, bank diperiksa dan dievaluasi agar kegiatan tersebut sesuai
dengan prosedur sehingga tidak memicu besarnya pembiayaan bermasalah (macet)
yang dapat merugikan bank. Berdasar pemahaman ini maka audit internal
pembiayaan adalah pihak yang mengawasi dan mengevaluasi kegiatan penyaluran
pembiayaan yang dilakukan oleh petugas pembiayaan (auditee) kantor cabang agar sesuai dengan tanggung jawabnya.
Tanggung jawab auditee ini tentunya
bagaimana ia dalam merealisasi pembiayaan nasabahnya sesuai dengan aturan yang
berlaku.
Operasional yang mempunyai ciri khas bisnis yang pada satu
sisi menguntungkan dan di sisi lain berisiko kerugian tinggi adalah pembiayaan,
maka Bank perlu mengelola manajemen atas risiko-risiko pada pembiayaan berdasar
fungsi audit kepatuhan sebagai pengendalian internal. Pihak yang menjalankan peran
ini secara langsung pada bank kantor cabang adalah Satuan Kerja Audit Internal.
SKAI untuk pembiayaan perbankan melakukan kegiatan audit dan kemudian
melaporkan hasil yang diperolehnya kepada Direksi dan Komite Audit. SKAI adalah
bagian dari sistem internal control perusahaan
yang memiliki peranan penting dalam
melindungi dan meningkatkan operasional bisnis Bank Syariah.
Tahap persiapan audit yang dilakukan berupa pengumpulan data
pembiayaan dan dilakukan sampling nasabah berdasarkan risk profile untuk menentukan
nasabah/auditee yang akan
diaudit. Penulis melihat dalam tahap ini auditor telah menyusun kekeliruan yang
terjadi dalam penyaluran pembiayaan oleh auditee.
Auditor belum menyusun mitigasi dari risiko pembiayaan yang terjadi seperti
dalam bentuk key risk mitigation.
Sehingga dalam pelaksanaan audit, auditor tidak mempunyai pedoman mitigasi
risiko terlebih dahulu. Mitigasi risiko yang diberikan auditor langsung
dicantumkan dalam KKPA dan LHA setelah pemeriksaan.
Pemilihan sampel pembiayaan yang akan diaudit diambil hanya
beberapa dari pembiayaan yang mewakili setiap kolektibilitas dan berdasar
plafon yang besar. Oleh karena waktu dalam pengauditan oleh audit internal
pembiayaan hanya satu bulan dengan terbatasnya SDM auditor dan banyaknya pembiayaan
yang disalurkan, maka memang hanya beberapa pembiayaan saja yang selesai
diaudit. Pembiayaan selebihnya diaudit pada periode bulan selanjutnya
bergantung pada keputusan Direktur Utama.
Tahap penyusunan program audit dilakukan dengan menganalisis
permasalahan pembiayaan berdasar data pembiayaan. Pada tahap pelaksanaan audit
yang merupakan ciri khas kegiatan audit berupa memeriksa keakuratan data dengan
kunjungan langsung pada nasabah sehingga diperoleh temuan-temuan audit. Dalam
proses ini diperlukan mental dan kepekaan sebagai auditor dalam menghadapi
situasi dan kondisi nasabah pembiayaan yang berisiko. Karena tidak jarang objek
audit ini berada di daerah pelosok. Auditor melakukan wawancara untuk
menyesuaikan penuturan keadaan nasabah pembiayaan yang sebenarnya di lapangan
dengan data yang dipegang auditor dari auditee.
Temuan-temuan audit tersebut dikumpulkan dalam pelaporan hasil audit dalam
bentuk Kertas Kerja Pemeriksaan Audit (KKPA) dan Laporan Hasil Audit (LHA).
KKPA dan LHA memuat kondisi nasabah, kelemahan/kesalahan prosedur,
kriteria/aturan yang dilanggar, penyebab, dampak, rekomendasi evaluasi dari
auditor kepada auditee (bank) serta
komentar auditee untuk perbaikan.
Rekomendasi evaluasi auditor kepada auditee disampaikan secara tertulis dalam
laporannya.
Setelah direview dan ditandatangani Kepala Tim Audit (Kepala
RA) dan seluruh tim audit, Laporan Hasil Audit disampaikan kepada Audit Group Head (AGH) Kantor Pusat
Bank, Direktur Utama Bank Syariah. Laporan yang sudah diterima Kantor Pusat dianalisis
untuk ditemukan pembiayaan-pembiayaan bermasalah. Pembiayaan bermasalah
tersebut perlu ditinjau oleh bank yang diaudit untuk dilakukan perbaikan. Dalam
tindak lanjut hasil audit, memberitahukan temuan audit serta klarifikasi
laporan audit dengan auditee Bank
untuk perbaikan.
Setelah diklarifikasi oleh TPF, tindak lanjut hasil audit
selanjutnya dilaksanakan oleh auditee
dengan melakukan perbaikan untuk menangani pembiayaan-pembiayaan bermasalah
yang ditemukan oleh audit internal. Dalam hal ini berarti bahwa auditor di Bank
Syariah tidak berhubungan secara langsung dengan auditee dalam pengendalian risiko pembiayaan. Adanya audit internal
dalam pembiayaan hanya bersifat mengidentifikasi adanya pembiayaan yang
berisiko merugikan bank sebagai rujukan auditee
melaksanakan kepatuhan dan manajemen risiko bank sebagai tempat kerjanya.
F.
Analisis
Peranan Audit Internal Dalam Pengendalian Risiko Pembiayaan
Berdasarkan
fungsi dan tanggung jawabnya, audit internal untuk pembiayaan di Bank Syariah
yang didasarkan pada program audit, dapat mencerminkan pengendalian risiko
pembiayaan. Pelaksanaan audit dapat melihat sampai sejauh mana audit yang
dilakukan dapat berperan dalam mengendalikan risiko pembiayaan. Peran Tim Audit
Internal di Bank Syariah antara lain:
1.
Peran
Pemecah Masalah
Audit internal seringkali dikatakan
sebagai penemu masalah. Dalam hal ini, Tim audit Pembiayaan telah menemukan
bukti-bukti penyelewengan pembiayaan dalam kunjungannya ke nasabah yang
diantaranya berupa side streaming, overfinancing, agunan yang tidak marketable/bankable,
penyalahgunaan penggunaan dana yang tidak sesuai dalam permohonan pembiayaannya
dan lain-lain.
Berdasarkan hasil audit dalam
laporannya, tim audit Pembiayaan dapat berperan dalam mengurangi kecurangan
penyaluran pembiayaan seperti kolusi antara petugas pembiayaan dengan nasabah.
Sehingga sesuai dengan tujuan audit itu sendiri dapat membantu petugas
pembiayaan melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif. Permasalahan dalam
pembiayaan yang ditemukan audit menjadi acuan baik auditee, manajemen bank kantor cabang maupun kantor pusat untuk dievaluasi dan ditindaklanjuti serta
dicarikan mitigasi risiko agar permasalahan dalam pembiayaan tersebut tidak
terjadi lagi.
2.
Peran
Kepatuhan
Audit internal merupakan kategori
audit kepatuhan, yaitu audit yang tujuannya untuk menentukan apakah yang
diaudit sesuai dengan kondisi atau peraturan tertentu. Peran ini dilakukan Tim Audit
Pembiayaan dengan menilai ketaatan para petugas pembiayaan terhadap prosedur
yang telah ditetapkan. Tim audit telah melakukan pemeriksaan data dan
bukti-bukti apakah bank telah melaksanakan penyaluran pembiayaannya secara
benar. Terbukti ketika pemeriksaan dilakukan, ternyata masih ditemukan
kesalahan proses penyaluran dan kurangnya monitoring
petugas pembiayaan.
Tim audit Pembiayaan melakukan audit
terhadap kebenaran dokumen-dokumen dan laporan penyaluran pembiayaan dengan
cara menyesuaikan data penyaluran pembiayaan dengan prosedur yang benar.
Apabila ditemukan kejanggalan atas data/persyaratan nasabah dalam penerimaan
pembiayaannya, auditor akan melakukan kunjungan langsung kepada nasabah.
3.
Peran
Negosiator
Dalam peran negosiator, auditor
dituntut untuk terus menerus mampu menjual “posisi auditor”, program auditor
ataupun ide-ide. Negosiator harus berpegang pada sasaran dan berupaya mendapat
hasil yang positif dalam setiap proses sesulit apapun kondisinya. Negosiator
yang dimaksud penulis di sini merupakan peran auditor yang menjadi penghubung
antara unit pembiayaan dengan manajemen selaku pembina sistem melalui usulan
yang diberikan oleh bagian audit kepada manajemen berdasarkan fakta-fakta yang
ditemukan di lapangan maupun isu/hal-hal yang sedang berkembang di masyarakat.
Sehingga dengan peran negosiator ini para petinggi bank dapat mengetahui
kinerja dan operasional bank di bawah pimpinannya yang sebenarnya. Hal ini
dapat dijadikan pertimbangan dalam berbagai keperluan pengambilan keputusan
manajemen bank secara lini maupun terpusat.
4.
Peran
Pengendalian
Audit internal dalam posisinya
menjalankan fungsi SKAI ikut berkepentingan dalam menyelenggarakan Sistem
Pengendalian Internal yang handal dan efektif. Berdasarkan pelaporan auditor,
audit internal menilai mitigasi risiko yang telah dilakukan dalam pemberian
pembiayaan. Hal ini dilakukan untuk mengatasi kelemahan atas pelaksanaan internal control yang ada dalam
pemberian pembiayaan.
Kinerja auditor dalam inspeksi
pembiayaan yang disalurkan auditee menggambarkan
bahwa audit internal melakukan internal
control untuk pengendalian risiko bagi bank yang diaudit dengan terlebih
dahulu menemukan masalah-masalahnya.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
B.
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Arifin,Zainul. 1999. Memahami Bank Syariah – Lingkup Peluang,
Tantangan, dan Prospek. Jakarta: AlvaBe.
Kasmir. 2014.Bank & lembaga keuangan lainnya. (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
Arifin, Zainul. 2009. Dasar-Dasar
Manajemen Bank Syariah. Tangerang: Azkia.
Antonia, 2001.Muhammad
Syafi’i.Bank Syariah: Dari Teori ke
Praktik. Jakarta: Gema Insani.
Machmud, Amir.2010. Bank
Syariah Teori Kebijakan dan Studi Empiris di Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya
Hakim,Lukman. sebagaimana
dikutip oleh Ibnu, ”Pasar Uang berdasarkanPrinsip Syariah”, dalam Jurnal
Khatulistiwa. Vol. 4 No.1 Maret 2014.
Hasan, Zubaihiri.2009. Undang-undang Perbankan Syariah: Titik Temu
Hukum Islam dan Hukum Nasional. Jakarta: Rajawali Pers.
Machmud, Amir dan
Rukmana.2010. Bank Syariah – Teori,
Kebijakan dan Studi Empiris di Indonesia. (Bandung: Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar