Senin, 26 Maret 2018

PEMERIKSAAN PEMBIAYAAN (FINANCING) BANK SYARIAH


MAKALAH
PEMERIKSAAN PEMBIAYAAN (FINANCING) BANK SYARIAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Auditing Bank Syariah 2
Dosen Pengampu: Fitriani, SE., MM

Disusun Oleh Kelompok 7 :
Renita Wijayanti            (1502100296)
Rifqi Renaldi                 (1502100300)
Seffia Yulistiani             (1502100118)
Yeyen Widiyanti            (1502100145)
Yudho Septian               (1502100319)
Yuni Setiawati               (1502100228)
Kelas F
S1 Perbankan Syariah

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
1439 H/2018 M


KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas tentang Pemeriksaan Pembiayaan (Financing) Bank Syariah.
Makalah ini dibuat dengan berbagai referensi buku dan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. 
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah yang akan datang. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian. 

Metro, 22 Maret 2018


Kelompok 5












DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................... ........ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang.................................................................................................. 1
B.       Rumusan Masalah............................................................................................. 1
C.      Tujuan............................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.      .......................................................................................................................... 2

C.       ................................................................................................................... ....... 7                       
D.                                                                                                                               11           
BAB III PENUTUP
A.      Kesimpulan................................................................................................ ..... 15           
B.       Saran.......................................................................................................... ..... 15
DAFTAR PUSTAKA









BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Pembiayaan merupakan operasional perbankan syariah yang dapat ikut memajukan kesejahteraan ekonomi. Pembiayaan yang disalurkan bank yang dapat digunakan untuk keperluan konsumsi, investasi maupun modal kerja ini melancarkan perputaran kegiatan ekonomi antara produksi dan konsumsi. Namun, kegiatan bank syariah berupa pembiayaan ini senantiasa dihadapkan pada risiko-risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas maupun pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sehat (Undang-Undang RI).
Bank yang tidak memperhatikan asas-asas pembiayaan yang sehat dalam menyalurkan pembiayaannya, akan terkena berbagai risiko yang harus ditanggungnya antara lain; utang/kewajiban atau margin/bagi hasil/fee tidak dibayar, membengkaknya biaya yang dikeluarkan dan turunnya kesehatan pembiayaan (finance soundness). Risiko-risiko tersebut dapat menimbulkan pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing/NPF) yang dapat disebabkan oleh faktor ekstern maupun intern bank. Menurut Hariyani suatu pembiayaan dikatakan masuk dalam kategori Non Performing Finance apabila menempati tingkat kolektibilitas nasabah pembiayaan ke-3 (Kurang Lancar), ke-4 (Diragukan) dan ke-5 (Macet). Terjadinya pembiayaan bermasalah (NPF) tersebut di antaranya disebabkan oleh faktor internal pembiayaan seperti penyimpangan dalam pelaksanaan prosedur pembiayaan, itikad kurang baik dari pemilik atau pengurus bank dan lemahnya sistem informasi pembiayaan macet. Sedangkan penyebab dari faktor eksternal di antaranya kegagalan usaha debitur, pemanfaatan iklim persaingan perbankan yang tidak sehat oleh debitur, maupun perubahan kondisi perekonomian negara.


B.       Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A.       Pembiayaan Bank Syariah
Pembiayaan (financing) dapat diartikan sebagai pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Kaitannya dengan pembiayaan pada perbankan Islam, istilah teknisnya disebut aktiva produktif, yaitu penanaman dana bank syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, qard dan sertifikat wadi’ah.
Pembiayaan yang disalurkan bank syariah mempunyai karakteristik sendiri-sendiri, tergantung masing-masing bank. Namun secara umum dari produk pembiayaan, pelaksana pembiayaan, proses pemberian pembiayaan dan ketentuan tingkat kolektibilitas pembiayaan bank syariah dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.        Pembiayaan dengan prinsip jual beli (Bai’) yang terdiri dari pembiayaan murabahah, salam dan istithna’. Pembiayaan murabahah yaitu transaksi jual beli di mana bank menyebutkan keuntungan yang diambilnya dari nasabah. Pembiayaan salam yaitu jual beli di mana barang yang diperjual belikan belum ada atau diserahkan secara tangguh      sementara pembayaran dilakukan tunai/cicilan. Sedangkan pembiayaan istithna’ yaitu jual beli yang pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali. Skim istishna’ dalam         bank    syariah biasanya diaplikasikan dalam pembiayaan manufaktur dan konstruksi
2.        Pembiayaan dengan prinsip sewa (Ijarah) yaitu transaksi yang dilandasi adanya perpindahan manfaat. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, pada ijarah ini objek transaksinya adalah jasa.
Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (Shirkah) yang terdiri dari pembiayaan musharakah dan pembiayaan mudharabah. Pembiayaan musharakah yaitu semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih di mana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Sedangkan pembiayaan mudarabah yaitu bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di mana pemilik modal (shahibul mal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudarib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerja sama dalam paduan kontribusi 100% modal kas dari shahibul mal dan keahlian dari mudharib.

B.       Pelaksana Pembiayaan
Pelaksana pembiayaan pada bank syariah umumnya dicakup dalam bagian pemasaran. Hal ini sesuai dengan fungsi bagian pemasaran, yaitu sebagai aparat manajemen yang ditugaskan untuk membantu direksi dalam menangani tugas-tugas khususnya yang menyangkut bidang marketing dan pembiayaan. Di samping itu berfungsi juga sebagai supervisi dan pekerjaan lain sesuai dengan ketentuan manajemen.
Ada empat petugas yang menjalankan aktivitas pembiayaan pada bank syariah, mulai dari petugas yang menawarkan produk bank syari’ah sampai pada yang menangani pembiayaan macet, yaitu:
1.         Account Officer (A/O) bertugas memproses calon nasabah pembiayaan atau permohonan pembiayaan sehingga menjadi nasabah.
2.         Unit Support Pembiayaan, bersama dengan A/O mengadakan penilaian pemohon pembiayaan sehingga memenuhi kriteria dan persyaratannya.
3.         Unit Administrasi Pembiayaan. Setelah pemohon menjadi nasabah mulai dari pencairan dananya sampai pelunasan ataupun pembayaran-pembayaran debitur akan ditangani oleh unit administrasi pembiayaan.
4.         Unit Pengawasan Pembiayaan, bertugas untuk memantau pembiayaan antara lain membuat surat-surat peringatan kepada nasabah berupa penagihan-penagihan. Di samping itu juga mengadministrasikan jaminan ataupun mengurusi file nasabah.

C.      Proses Pemberian Pembiayaan

Proses pemberian pembiayaan merupakan suatu rangkaian yang bersifat end to end, mulai tahap inisiasi, tahap analisis pembiayaan, tahap pemutusan pembiayaan, tahap pencairan, tahap monitoring dan tahap penyelesaian atau restrukturisasi jika pembiayaan menjadi bermasalah. Menurut Ikatan Bankir Indonesia (2014: 71) tahapan pemberian pembiayaan yaitu:
1.         Inisiasi. Pada tahap ini, bank menerima permohonan pembiayaan atau penawaran pembiayaan kepada nasabah.
2.         Analisis Pembiayaan. Analisis pembiayaan terdiri dari analisis kualitatif dan kuantitatif yang berisi analisis aspek-aspek antara lain Character, Capacity, Capital, Condition of Economic dan Collateral. Analisis kualitatif pembiayaan meliputi aspek legalitas dan perizinan usaha, aspek karakter dan manajemen, aspek teknis produksi, aspek pemasaran dan aspek lingkungan dan sosial. Sedangkan aspek analisis kuantitatif meliputi analisis laporan keuangan, feasibility analysis, analisis sensitivitas, analisis agunan dan analisis risiko dan mitigasi.
3.         Pemutusan Pembiayaan. Penetapan jumlah pembiayaan yang diputuskan harus disesuaikan dengan Batas Maksimum Pemberian Pembiayaan, baik yang diatur seccara eksternal maupun internal bank.
4.         Tahap Pencairan. Kewenangan dalam memutuskan pencairan pembiayaan dapat dilakukan oleh level direksi maupun pimpinan dan staf. Pada saat pencairan pembiayaan terdapat satu dokumen penting yaitu Akad Pembiayaan. Akad Pembiayaan diperlukan tidak hanya mengatur kewajiban kedua belah pihak antara bank dan nasabah, namun juga mengatur bilamana pembiayaan akan dilunasi sebelum jangka waktunya.
5.         Tahap Monitoring. Pembiayaan yang telah ditarik oleh nasabah harus dipantau oleh bank secara terus menerus untuk memastikan bahwa seluruh persyaratan dan ketentuan yang berlaku dipenuhi nasabah dan bank.
6.         Penanganan Pembiayaan Bermasalah, dapat dilakukan alternatif solusi sebagai berikut:
a.         Rehabilitasi, yaitu pertimbangan bank atas nasabah yang dapat menyelesaikan kewajibannya di kemudian hari atau bank dapat memperpanjang jangka waktu (Rescheduling) atau dengan Reconditioning (penundaan pembayaran marjin sampai waktu tertentuenurunan marjin)
b.        Likuidasi agunan
c.         Menyatakan bangkrut atas nasabah
d.        Hapus buku (write off) dan hapus tagih (hair cut).



D.      Audit Internal Bank
Audit internal dapat didefinisikan sebagai suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan. Tujuan audit internal adalah membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif. Untuk itu, audit internal akan melakukan analisis, penilaian, dan mengajukan saran-saran kepada manajemen organisasi dalam pengambilan keputusan.
Sifat dari fungsi audit internal yang independen diartikan ke dalam dua pengertian, yaitu mengambil sikap netral, tidak memihak dan bebas dari pengaruh, serta keberpihakan pada kepentingan yang lebih besar/bernilai. Independensi ini menjadi kunci kebebasan sekaligus batasan bagi audit internal dalam menjalakan aktivitas pokoknya untuk menggali objek pengawasan dan menyajikan hasil pengawasannya.
Selanjutnya agar penjabaran operasional dari misi, kewenangan, independensi dan ruang lingkup pekerjaan audit internal bank terlaksana sesuai dengan yang diharapkan, Bank Indonesia telah menetapkan Standar Pelaksanaan Fungsi
Audit Intern Bank (SPFAIB) sebagai ukuran minimal yang harus dipatuhi oleh semua bank umum di Indonesia. Ketentuan dalam SPFAIB tersebut dilaksanakan oleh Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) di masing-masing bank. Satuan kerja ini boleh saja namanya berbeda-beda namun mengandung makna sesuai SPFAIB, misalnya Divisi Audit Intern, Urusan Audit Intern, Group Audit Intern, dan sebagainya.
1.         Pengorganisasian Audit Internal
Organisasi audit internal yang menjalankan tugasnya sebagai Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) suatu bank disesuaikan dengan perkembangan bank itu sendiri dan ditetapkan dengan Surat Keputusan Direksi. SKAI dipimpin langsung oleh Kepala SKAI yang diangkat dan diberhentikan oleh Direktur Utama dengan persetujuan Dewan Audit serta dilaporkan ke Bank Indonesia. Kepala SKAI bertanggung jawab kepada Direktur Utama dan dapat berkomunikasi secara langsung dengan Dewan Audit untuk menginformasikan berbagai hal yang berhubungan dengan audit. Adapun kedudukan Dewan Audit itu sendiri dalam konsep SPFAIB harus independen terhadap manajemen bank yang diauditnya. Oleh karena itu, Dewan Audit bertanggung jawab langsung kepada Dewan Komisaris bank. Fungsi, tanggung jawab, wewenang dan kode etik Dewan Audit Bank diuraikan dalam satu piagam yang disebut dengan Piagam Dewan Audit Charter (Internal Audit Charter). Maksud dari Piagam tersebut adalah untuk memberikan pengertian umum mengenai tujuan dan ruang lingkup tugas-tugas SKAI serta untuk membedakan antara tanggung jawab dan wewenang SKAI dengan manajemen.
2.         Pelaksanaan Audit Internal
Pelaksanaan audit sangat dipengaruhi oleh besarnya organisasi dan karakteristik operasi satuan kerja auditee yang akan diaudit. SPFAIB merinci pelaksanaan audit ini ke dalam enam tahap kegiatan, yaitu:
a.          Persiapan audit
Merupakan tahap perencanaan bagi auditor yang meliputi pengambilan sampel, penugasan serta pengarahan Ketua Audit kepada tim audit yang disebar pada setiap Kantor Cabang.
b.         Penyusunan program audit
Program audit ini disusun sebelum tim audit berangkat, namun tak tertutup kemungkinan untuk dilakukan perubahan di lapangan mengingat kondisi kerja yang ada. Adanya program audit secara tertulis akan memudahkan pengendalian audit selama tahap-tahap pelaksanaan. Program audit tersebut dapat diubah sesuai dengan kebutuhan selama audit berlangsung.
c.          Pelaksanaan penugasan audit Tahapan pelaksanaan audit meliputi kegiatan mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasi dan mendokumentasi bukti-bukti audit dan informasi lain yang dibutuhkan sesuai dengan prosedur yang digariskan dalam program audit untuk mendukung hasil audit. Pelaksanaan audit menurut SPFAIB meliputi pengumpulan informasi untuk temuan audit yang dikuatkan dengan bukti-bukti, mencatat aktivitas audit selama proses perolehan temuan audit dalam Kertas Kerja Audit (KKA) serta evaluasi dari hasil audit.
d.         Pelaporan Hasil Audit
Laporan adalah satu produk utama dari SKAI. Artinya, kualitas laporan yang dibuat dapat mencerminkan kualitas dari pelaksanaan audit para auditor intern. Konsep ini dijabarkan dalam SPFAIB, namun bentuk teknisnya sangat bergantung pada kebutuhan bank yang bersangkutan. Setelah selesai melakukan kegiatan audit, auditor intern bank berkewajiban menuangkan hasil audit dalam bentuk laporan tertulis. Laporan tersebut harus memenuhi standar pelaporan, memuat kelengkapan materi, dan melalui proses penyusunan yang baik.
e.          Tindak Lanjut Hasil Audit
SKAI  bank  harus  memantau  dan menganalisis serta melaporkan perkembangan pelaksanaan tindak lanjut perbaikan yang telah dilakukan auditee.
f.           Dokumentasi dan Administrasi
Sesuai dengan SPFAIB, SKAI harus mendokumentasikan dan mengadministrasikan bukti dokumen termasuk surat dan laporan hasil audit sejak tahap perencanaan sampai evaluasi.
Ikatan         Bankir Indonesia membahas tentang aktivitas dalam menindaklanjuti hasil temuan audit. Laporan hasil audit yang disusun auditor, auditor memberikan saran perbaikan serta informasi objektif atas kegiatan yang direview kepada semua tingkatan manajemen bank. Dengan demikian sudah seharusnya semua pihak yang berhubungan dengan operasional perbankan berkepentingan untuk mengetahui, memahami dan memastikan semua temuan berikut permasalahan serta dampak kerugian yang timbul sebagaimana yang tertuang dalam Hasil Audit untuk segera diperbaiki sesuai waktu yang telah menjadi komitmen bersama.
E.       Analisis Mekanisme Audit Internal Pembiayaan
Fungsi penilaian dan evaluasi oleh audit internal ditujukan sebagai bentuk manajemen pengendalian risiko. Risiko-risiko pada Bank BRI Syariah dianalisis penyebab-penyebabnya. Pada kegiatan penyaluran pembiayaannya, bank diperiksa dan dievaluasi agar kegiatan tersebut sesuai dengan prosedur sehingga tidak memicu besarnya pembiayaan bermasalah (macet) yang dapat merugikan bank. Berdasar pemahaman ini maka audit internal pembiayaan adalah pihak yang mengawasi dan mengevaluasi kegiatan penyaluran pembiayaan yang dilakukan oleh petugas pembiayaan (auditee) kantor cabang agar sesuai dengan tanggung jawabnya. Tanggung jawab auditee ini tentunya bagaimana ia dalam merealisasi pembiayaan nasabahnya sesuai dengan aturan yang berlaku.
Operasional yang mempunyai ciri khas bisnis yang pada satu sisi menguntungkan dan di sisi lain berisiko kerugian tinggi adalah pembiayaan, maka Bank perlu mengelola manajemen atas risiko-risiko pada pembiayaan berdasar fungsi audit kepatuhan sebagai pengendalian internal. Pihak yang menjalankan peran ini secara langsung pada bank kantor cabang adalah Satuan Kerja Audit Internal. SKAI untuk pembiayaan perbankan melakukan kegiatan audit dan kemudian melaporkan hasil yang diperolehnya kepada Direksi dan Komite Audit. SKAI adalah bagian dari sistem internal control perusahaan yang memiliki peranan penting dalam melindungi dan meningkatkan operasional bisnis Bank Syariah.
Tahap persiapan audit yang dilakukan berupa pengumpulan data pembiayaan dan dilakukan sampling nasabah berdasarkan risk profile untuk menentukan nasabah/auditee yang akan diaudit. Penulis melihat dalam tahap ini auditor telah menyusun kekeliruan yang terjadi dalam penyaluran pembiayaan oleh auditee. Auditor belum menyusun mitigasi dari risiko pembiayaan yang terjadi seperti dalam bentuk key risk mitigation. Sehingga dalam pelaksanaan audit, auditor tidak mempunyai pedoman mitigasi risiko terlebih dahulu. Mitigasi risiko yang diberikan auditor langsung dicantumkan dalam KKPA dan LHA setelah pemeriksaan.
Pemilihan sampel pembiayaan yang akan diaudit diambil hanya beberapa dari pembiayaan yang mewakili setiap kolektibilitas dan berdasar plafon yang besar. Oleh karena waktu dalam pengauditan oleh audit internal pembiayaan hanya satu bulan dengan terbatasnya SDM auditor dan banyaknya pembiayaan yang disalurkan, maka memang hanya beberapa pembiayaan saja yang selesai diaudit. Pembiayaan selebihnya diaudit pada periode bulan selanjutnya bergantung pada keputusan Direktur Utama.
Tahap penyusunan program audit dilakukan dengan menganalisis permasalahan pembiayaan berdasar data pembiayaan. Pada tahap pelaksanaan audit yang merupakan ciri khas kegiatan audit berupa memeriksa keakuratan data dengan kunjungan langsung pada nasabah sehingga diperoleh temuan-temuan audit. Dalam proses ini diperlukan mental dan kepekaan sebagai auditor dalam menghadapi situasi dan kondisi nasabah pembiayaan yang berisiko. Karena tidak jarang objek audit ini berada di daerah pelosok. Auditor melakukan wawancara untuk menyesuaikan penuturan keadaan nasabah pembiayaan yang sebenarnya di lapangan dengan data yang dipegang auditor dari auditee. Temuan-temuan audit tersebut dikumpulkan dalam pelaporan hasil audit dalam bentuk Kertas Kerja Pemeriksaan Audit (KKPA) dan Laporan Hasil Audit (LHA). KKPA dan LHA memuat  kondisi nasabah, kelemahan/kesalahan prosedur, kriteria/aturan yang dilanggar, penyebab, dampak, rekomendasi evaluasi dari auditor kepada auditee (bank) serta komentar auditee untuk perbaikan. Rekomendasi evaluasi auditor kepada auditee disampaikan secara tertulis dalam laporannya.
Setelah direview dan ditandatangani Kepala Tim Audit (Kepala RA) dan seluruh tim audit, Laporan Hasil Audit disampaikan kepada Audit Group Head (AGH) Kantor Pusat Bank, Direktur Utama Bank Syariah. Laporan yang sudah diterima Kantor Pusat dianalisis untuk ditemukan pembiayaan-pembiayaan bermasalah. Pembiayaan bermasalah tersebut perlu ditinjau oleh bank yang diaudit untuk dilakukan perbaikan. Dalam tindak lanjut hasil audit, memberitahukan temuan audit serta klarifikasi laporan audit dengan auditee Bank untuk perbaikan.
Setelah diklarifikasi oleh TPF, tindak lanjut hasil audit selanjutnya dilaksanakan oleh auditee dengan melakukan perbaikan untuk menangani pembiayaan-pembiayaan bermasalah yang ditemukan oleh audit internal. Dalam hal ini berarti bahwa auditor di Bank Syariah tidak berhubungan secara langsung dengan auditee dalam pengendalian risiko pembiayaan. Adanya audit internal dalam pembiayaan hanya bersifat mengidentifikasi adanya pembiayaan yang berisiko merugikan bank sebagai rujukan auditee melaksanakan kepatuhan dan manajemen risiko bank sebagai tempat kerjanya.

F.       Analisis Peranan Audit Internal Dalam Pengendalian Risiko Pembiayaan

Berdasarkan fungsi dan tanggung jawabnya, audit internal untuk pembiayaan di Bank Syariah yang didasarkan pada program audit, dapat mencerminkan pengendalian risiko pembiayaan. Pelaksanaan audit dapat melihat sampai sejauh mana audit yang dilakukan dapat berperan dalam mengendalikan risiko pembiayaan. Peran Tim Audit Internal di Bank Syariah antara lain:
1.         Peran Pemecah Masalah
Audit internal seringkali dikatakan sebagai penemu masalah. Dalam hal ini, Tim audit Pembiayaan telah menemukan bukti-bukti penyelewengan pembiayaan dalam kunjungannya ke nasabah yang diantaranya berupa side streaming, overfinancing, agunan yang  tidak marketable/bankable, penyalahgunaan penggunaan dana yang tidak sesuai dalam permohonan pembiayaannya dan lain-lain.
Berdasarkan hasil audit dalam laporannya, tim audit Pembiayaan dapat berperan dalam mengurangi kecurangan penyaluran pembiayaan seperti kolusi antara petugas pembiayaan dengan nasabah. Sehingga sesuai dengan tujuan audit itu sendiri dapat membantu petugas pembiayaan melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif. Permasalahan dalam pembiayaan yang ditemukan audit menjadi acuan baik auditee, manajemen bank kantor cabang maupun kantor pusat untuk dievaluasi dan ditindaklanjuti serta dicarikan mitigasi risiko agar permasalahan dalam pembiayaan tersebut tidak terjadi lagi.
2.         Peran Kepatuhan
Audit internal merupakan kategori audit kepatuhan, yaitu audit yang tujuannya untuk menentukan apakah yang diaudit sesuai dengan kondisi atau peraturan tertentu. Peran ini dilakukan Tim Audit Pembiayaan dengan menilai ketaatan para petugas pembiayaan terhadap prosedur yang telah ditetapkan. Tim audit telah melakukan pemeriksaan data dan bukti-bukti apakah bank telah melaksanakan penyaluran pembiayaannya secara benar. Terbukti ketika pemeriksaan dilakukan, ternyata masih ditemukan kesalahan proses penyaluran dan kurangnya monitoring petugas pembiayaan.
Tim audit Pembiayaan melakukan audit terhadap kebenaran dokumen-dokumen dan laporan penyaluran pembiayaan dengan cara menyesuaikan data penyaluran pembiayaan dengan prosedur yang benar. Apabila ditemukan kejanggalan atas data/persyaratan nasabah dalam penerimaan pembiayaannya, auditor akan melakukan kunjungan langsung kepada nasabah.
3.         Peran Negosiator
Dalam peran negosiator, auditor dituntut untuk terus menerus mampu menjual “posisi auditor”, program auditor ataupun ide-ide. Negosiator harus berpegang pada sasaran dan berupaya mendapat hasil yang positif dalam setiap proses sesulit apapun kondisinya. Negosiator yang dimaksud penulis di sini merupakan peran auditor yang menjadi penghubung antara unit pembiayaan dengan manajemen selaku pembina sistem melalui usulan yang diberikan oleh bagian audit kepada manajemen berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan di lapangan maupun isu/hal-hal yang sedang berkembang di masyarakat. Sehingga dengan peran negosiator ini para petinggi bank dapat mengetahui kinerja dan operasional bank di bawah pimpinannya yang sebenarnya. Hal ini dapat dijadikan pertimbangan dalam berbagai keperluan pengambilan keputusan manajemen bank secara lini maupun terpusat.
4.         Peran Pengendalian
Audit internal dalam posisinya menjalankan fungsi SKAI ikut berkepentingan dalam menyelenggarakan Sistem Pengendalian Internal yang handal dan efektif. Berdasarkan pelaporan auditor, audit internal menilai mitigasi risiko yang telah dilakukan dalam pemberian pembiayaan. Hal ini dilakukan untuk mengatasi kelemahan atas pelaksanaan internal control yang ada dalam pemberian pembiayaan.
Kinerja auditor dalam inspeksi pembiayaan yang disalurkan auditee menggambarkan bahwa audit internal melakukan internal control untuk pengendalian risiko bagi bank yang diaudit dengan terlebih dahulu menemukan masalah-masalahnya.














BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN

B.       SARAN










DAFTAR PUSTAKA

Arifin,Zainul. 1999. Memahami Bank Syariah – Lingkup Peluang, Tantangan, dan Prospek. Jakarta: AlvaBe.
Kasmir. 2014.Bank & lembaga keuangan lainnya. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Arifin, Zainul. 2009. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Tangerang: Azkia.
Antonia, 2001.Muhammad Syafi’i.Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.
Machmud, Amir.2010. Bank Syariah Teori Kebijakan dan Studi Empiris di Indonesia. Jakarta:  Erlangga.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya
Hakim,Lukman. sebagaimana dikutip oleh Ibnu, ”Pasar Uang berdasarkanPrinsip Syariah”, dalam Jurnal Khatulistiwa. Vol. 4 No.1  Maret 2014.
Hasan, Zubaihiri.2009. Undang-undang Perbankan Syariah: Titik Temu Hukum Islam dan Hukum Nasional. Jakarta: Rajawali Pers.
Machmud, Amir dan Rukmana.2010. Bank Syariah – Teori, Kebijakan dan Studi Empiris di Indonesia. (Bandung: Erlangga.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar