MAKALAH
MANAJEMEN KREDIT DAN
PEMBIAYAAN
Guna Memenuhi Mata Kuliah Manajemen Aset
dan Liability
Dosen
: Upia Rosmalinda, M.E.I
Disusun Kelompok 1 :
Annisa Fauziah Rizky (1502100155)
Fariz Aditya Pratama (1502100255)
Galuh Fitriasih (1502100056)
Yudho Septian (1502100319)
Kelas F
S1 Perbankan Syariah
FAKULTAS EKONOMI DAN
BISNIS
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI (IAIN) METRO
2017
A. Pengertian Manajemen Kredit dan Pembiayaan
Menurut
Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 kredit adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak laik yang mewajibkan pihak
peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga. Sedangkan pengertian pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan
uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau
bagi hasil.[1]
Manajemen adalah Seni
atau proses dalam menyelesaikan
sesuatu yang terkait dengan pencapaian tujuan. (Ernie & Kurniawan, 2005).
Menurut pengertian umum, manajemen adalah suatu proses (planning,
organizing, actuating dan controling) dalam suatu
perusahaan untuk mencapai tujuan. Jadi,
Manajemen Pembiayaan/kredit adalah
suatu proses (planning, organizing,
actuating dan controling)
dalam pemberian kredit/ Pembiayaan.
Perbedaan
antara kredit yang diberikan oleh bank berdasarkan konvensional dengan
pembiayaan yang diberikan oleh bank berdasarkan prinsip syariah adalah terletak
pada keuntungan yang diharpkan. Bagi bank berdasarkan prinsip konvensional
keuntungan yang diperoleh melalui bunga, sedangkan bagi bank yang berdasarkan
prinsip bagi hasil berupa imbalan atau bagi hasil.
Dalam
artian luas kredit diartikan sebagai kepercayaan. Begitu pula dalam bahasa
latin kredit berarti “credere” artinya percaya. Maksud dari percaya bagi si
pemberi kredit adalah ia percaya kepada si penerima kredit bahwa kredit yang
disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai perjanjian. Sedangkan bagi si
penerima kredit merupakan penerimaan kepercayaan sehingga mempunyai kewajiban
untuk membayar sesuai jangka waktu yang telah telah ditentukan.[2]
Sebelum
kredit diberikan, untuk meyakinkan bank bahwa si nasabah benar-benar dapat
dipercaya, maka bank terlebih dulu mengadakan analisis kredit. Analisis kredit
mencakup latar belakang nasabah atau perusahaan, prospek usahanya, jaminan yang
diberikan serta faktor-faktor lainnya. Tujuan analisis ini adalah agar bank
yakin bahwa kredit yang diberikan benar-benar aman.
Pemberian
kredit tanpa dianalisis terlebih dulu akan sangan membahayakan bank. Nasabah
dalam hal ini dengan mudah memberikan data-data fiktif sehingga kredit tersebut
sebenarnya tidak layak untuk diberikan. Akibatnya jika salah dalam
menganalisis, maka kredit yang disalurkan akan sulit untuk ditagih alias macet.
Namun, faktor salah analisis ini bukanlah penyebab utama kredit macet walaupun
sebagian besar kredit macet diakibatkan salah dalam mengadakan analisis.
Penyebab lainnya mungkin disebabkan oleh bencana alam yang memang tidak dapat
dihindari oleh nasabah. Misalnya kebanjira atau gempa bumi.
Jika
kredit yang disalurkan mengalami kemacetan, maka langkah yang dilakukan untuk
penyelamatan kredit tersebut beragam. Dikatakan beragam karena dilihat terlebih
dulu penyebabnya. Jika memang masih bisa dibantu, maka tindakan membantu apakah
dengan menambah jumlah kredit atau dengan memperpanjang jangka waktunya. Namun
jika memang sudah tidak dapat diselamatkan kembali, maka tindakan terakhir bagi
bank adalah menyita jaminan yang telah dijaminkan oleh nasabah.
B. Prinsip – Prinsip Pemberian Pembiayaan
Dalam
melakukan penilaian permohonan pembiayaan bank syariah bagian marketing
harus memperhatikan beberapa prinsip utama yang berkaitan dengan kondisi secara
keseluruhan calon nasabah. Di dunia perbankan syariah prinsip penilaian dikenal
dengan 5 C + 1 S , yaitu :[3]
a. Character
Yaitu
penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon penerima pembiayaan dengan
tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa penerima pembiayaan dapat memenuhi
kewajibannya.
b. Capacity
Yaitu
penilaian secara subyektif tentang kemampuan penerima pembiayaan untuk
melakukan pembayaran. Kemampuan diukur dengan catatan prestasi penerima
pembiayaan di masa lalu yang didukung dengan pengamatan di lapangan atas sarana
usahanya seperti toko, karyawan, alat-alat, pabrik serta metode kegiatan.
c. Capital
Yaitu penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon
penerima pembiayaan yang diukur dengan posisi perusahaan secara keseluruhan
yang ditujukan oleh rasio finansial dan penekanan pada komposisi
modalnya.
d. Collateral
Yaitu
jaminan yang dimiliki calon penerima pembiayaan. Penilaian ini bertujuan untuk
lebih meyakinkan bahwa jika suatu resiko kegagalan pembayaran tercapai terjadi
, maka jaminan dapat dipakai sebagai pengganti dari kewajiban.
e. Condition
Bank
syariah harus melihat kondisi ekonomi yang terjadi di masyarakat secara spesifik
melihat adanya keterkaitan dengan jenis usaha yang dilakukan oleh calon
penerima pembiayaan. Hal tersebut karena kondisi eksternal berperan besar dalam
proses berjalannya usaha calon penerima pembiayaan.
f.
Syariah
Penilaian
ini dilakukan untuk menegaskan bahwa usaha yang akan dibiayaai benar-benar
usaha yang tidak melanggar syariah sesuai dengan fatwa DSN “Pengelola tidak
boleh menyalahi hukum syariah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan
mudharabah.”
C.Kredit
pada Bank Konvensional
Bank konvensional hanya mengenal satu bentuk penyaluran dana
kepada masyarakat, yaitu kredit berbasis bunga. Penentuan bunga berdasarkan
time value of money. Dimana setiap uang memiliki cost of fund yang merupakan
harga waktu atau the price of time dan bukan harga uang. Artinya, suku bunga
sebetulnya merupakan ukuran manfaat waktu. Bunga pinjaman/kredit dihitung
berdasarkan berapa bunga dari dana yang berada di bank yang dapat digunakan
untuk kredit. Semakin tinggi bunga dari produk simpanan, maka semakin tinggi
pula beban bunga yang ditanggung peminjam/debitur. Selisih antara suku bunga
kredit dan suku bunga simpanan, setelah dipotong biaya operasional/overhead
cost akan menjadi keuntungan/laba usaha bank konvensional.
Bank konvensional akan selalu
berusaha mempertahankan margin yang terdiri dari komponen laba dan biaya
operasional, sehingga ketika suku bunga simpanan naik, maka suku bunga kredit
pun akan naik juga. Pendapatan bank konvensional hanya bersumber dari bunga
kredit, Fee dan biaya administrasi atas jasa-jasa lainnya.[4]
Contoh perhitungan kredit :
1) Perhitungan
dengan bunga flat
Cara penghitungan bunga flat bisa dianggap
paling mudah dibandingkan dua jenis tipe bunga lainnya. kita dapat menemukan
contoh dari penggunaan cara hitung bunga ini umumnya pada kredit kepemilikan
kendaraan bermotor atau kredit tanpa agunan. Dalam brosur-brosur iklan
kredit kendaraan bermotor, kita akan menemukan kolom-kolom yang menampilkan
angsuran yang mesti dibayar tiap bulannya. Angka dalam kolom-kolom tersebut
berlaku sampai akhir pinjaman berakhir atau lunas.
Bisa dipastikan cara penghitungan jenis bunga yang
dipakai adalah flat atau rata. Di tipe ini, nilai plafon pinjaman
beserta bunganya akan dihitung secara proporsional sesuai dengan jangka waktu
atau tenor pinjaman.
Untuk memudahkan kita membayangkan penerapan cara
hitung bunga flat tersebut, berikut adalah contoh kasus
perhitungan dengan bunga flat
Indra mengajukan KTA sebesar Rp120 juta dengan
jangka waktu kredit 12 bulan, dan dikenakan bunga pinjaman sebesar 10% per
tahun secara flat. Berapakah angsuran per bulan yang harus
dibayar?
Data:
Pokok pinjaman: Rp120.000.000
Bunga per tahun: 10%
Tenor pinjaman: 12 bulan
Pokok pinjaman: Rp120.000.000
Bunga per tahun: 10%
Tenor pinjaman: 12 bulan
Cicilan pokok:
Rp120.000.000 : 12 bulan = Rp10.000.000/bulan
Rp120.000.000 : 12 bulan = Rp10.000.000/bulan
Bunga:
(Rp120.000.000 x 10%) : 12 bulan = Rp1.000.000
(Rp120.000.000 x 10%) : 12 bulan = Rp1.000.000
Angsuran per bulan:
Rp10.000.000 + Rp1.000.000 = Rp11.000.000
Rp10.000.000 + Rp1.000.000 = Rp11.000.000
2) perhitungan
dengan bunga efektif
Nama lain
dari jenis bunga yang satu ini adalah sliding rate. Jenis bunga ini
biasa diterapkan pada kredit dengan jangka waktu atau tenor yang panjang.
Contohnya saat kita mengajukan
kredit pemilikan rumah (KPR) atau kredit pemilikan apartemen
(KPA).
Alasan bunga
efektif lebih ditujukan kepada kredit jangka panjang karena tenor yang lama
membuat pinjaman tidak terburu-buru harus terlunasi, sementara suku bunganya
tidak terlalu besar. Ya, suku bunga efektif biasa lebih rendah dibandingkan
bunga flat. Inilah yang membuatnya cocok untuk digunakan dalam kredit
jangka panjang.
Bunga yang
lebih kecil itu didapatkan dari cara hitung bunga efektif yang melihat sisa
pinjaman pokok dari debitur. Jika bunga flat melakukan penghitungan
dengan mematok nilai pokok pinjaman dari awal pinjaman, berbeda dengan
penerapan bunga efektif. Yang dihitung saat kreditur menggunakan jenis bunga
ini adalah jumlah utang yang belum terbayarkan tiap bulannya. Jadi kian lama,
nilai bunga pinjaman akan semakin rendah
sebab sisa pinjaman semakin berkurang.
Dari nilai
bunganya yang semakin kecil itu, angsuran yang mesti dipertanggungjawabkan tiap
bulannya juga semakin sedikit. Berikut adalah rumus untuk menghitung besaran
bunga efektif dari sebuah pinjaman.
Jika pada
bunga flat, kreditur hanya menghitung pada awal pinjaman untuk
menentukan angsuran, pada pinjaman dengan bunga efektif penghitungan akan
dilakukan setiap bulan. Ini karena sisa pinjaman tentu akan semakin berkurang
tiap bulannya sehingga perlu untuk melakukan penghitungan ulang. Agar
lebih memahami cara hitung bunga efektif, berikut adalah contoh kasus yang
menerapkan pemakaian jenis bunga yang satu ini.
Dani
mengajukan kredit KPA sebesar Rp120 juta dengan jangka waktu kredit 12 bulan,
dan dikenakan bunga pinjaman sebesar 10% per tahun secara efektif. Berapakah
angsuran per bulan yang harus dibayar?
Data:
Pokok
pinjaman: Rp120.000.000Bunga per tahun: 10%
Tenor pinjaman: 12 bulan
Cicilan
pokok:
Rp120.000.000 : 12 bulan = Rp10.000.000/bulan
Rp120.000.000 : 12 bulan = Rp10.000.000/bulan
Bunga
bulan 1:
((Rp120.000.000 - ((1-1) x Rp10.000.000)) x 10% : 12 = Rp 1.000.000
Maka, cicilan bulan 1 = Rp10.000.000 + Rp1.000.000 = Rp11.000.000
((Rp120.000.000 - ((1-1) x Rp10.000.000)) x 10% : 12 = Rp 1.000.000
Maka, cicilan bulan 1 = Rp10.000.000 + Rp1.000.000 = Rp11.000.000
Bunga
bulan 2:
((Rp120.000.000 - ((2-1) x Rp10.000.000)) x 10% : 12 = Rp916.667
Maka, cicilan bulan 2 = Rp10.000.000 + Rp916.667 = Rp10.916.667
((Rp120.000.000 - ((2-1) x Rp10.000.000)) x 10% : 12 = Rp916.667
Maka, cicilan bulan 2 = Rp10.000.000 + Rp916.667 = Rp10.916.667
Bunga
bulan 3:
((Rp120.000.000 - ((3-1) x Rp10.000.000)) x 10% : 12 = Rp833.333
Maka, cicilan bulan 3 = Rp10.000.000 + Rp833.333 = Rp10.833.333
((Rp120.000.000 - ((3-1) x Rp10.000.000)) x 10% : 12 = Rp833.333
Maka, cicilan bulan 3 = Rp10.000.000 + Rp833.333 = Rp10.833.333
Dan seterusnya, hingga...
Bunga bulan 12:
((Rp120.000.000 - ((12-1) x Rp10.000.000)) x 10% : 12 = Rp83.333
Maka, cicilan bulan 12 = Rp10.000.000 + Rp83.333 = Rp10.083.333
((Rp120.000.000 - ((12-1) x Rp10.000.000)) x 10% : 12 = Rp83.333
Maka, cicilan bulan 12 = Rp10.000.000 + Rp83.333 = Rp10.083.333
Terlihat ada pengurangan nilai total
angsuran dari bulan pertama, bulan kedua, dan seterusnya. Ini karena penerapan
bunga efektif yang membuat bunga semakin kecil bergantung sisa pokok pinjaman.
Untuk bulan-bulan berikut dengan contoh kasus di atas, hasil penghitungan bunga
akan semakin kecil dan total angsuran akan semakin rendah.[5]
D.Pembiayaan Bank Syariah
Pembiayaan syariah secara garis
besar dapat dikelompokkan menjadi tiga skema yakni bagi hasil, jual-beli dan
sewa. Perbedaan bagi hasil dengan kredit konvensional sangat nyata sehingga
orang awam sekalipun dapat cepat memahaminya. Return bagi pemilik modal sangat
ditentukan oleh apakah proyek yang dibiayainya menguntungkan atau tidak. Dalam
bagi hasil, jumlah uang yang dikembalikan kepada pemodal tidak tergantung pada
jangka waktu pembiayaan tetapi lebih ditentukan oleh nisbah bagi hasil dan
tingkat keuntungan yang terealisasi. Tidak ada kepastian bahwa pemodal akan
mendapat untung.[6]
Di dalam Undang-Undang Nomor 10
tahun 1998 tentang Perbankan Pasal 1 butir 12 dinyatakan bahwa: “Pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang
atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi
hasil.”
Pada Pasal 1 butir 13 UU yang sama
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian
berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan
atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai
dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil
(mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah),
prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau
pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah),
atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari
pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Contoh Pembiayaan Mudharabah[7]
Seorang nasabah mengajukan pembiayaan kepada bank syariah untuk modal kerja
dagangan sebesar Rp 100.000.000 selama 1 thn. Jika situasi ekonomi mampu
memberikan return bisnis aktual sebesar 8% dan return bisnis yang diharapkan
bank syariah sebagai penyandang dana sebesar 3% . setelah bisnis dijalankan,
nasabah mampu mencetak keuntungan bisnisnya selama 1 thn sbb:
Bulan
|
Pendapatan Usaha
|
1.
|
6.000.000
|
2.
|
7.000.000
|
3.
|
4.000.000
|
4.
|
4.500.000
|
5.
|
5.000.000
|
6.
|
5.500.000
|
7.
|
6.000.000
|
8.
|
5.400.000
|
9.
|
9.000.000
|
10.
|
5.700.000
|
11.
|
4.700.000
|
12.
|
3.500.000
|
Pertanyaan :
a)
Berapa nisbah yang harus disepakati antara bank dengan nasabah?
b)
Bagaimana distribusi bagi hasil pendapatan antara bank syariah dengan
nasabah berdasarkan data tersebut?
Jawaban :
a)
Menentukan nisbah untuk kedua belah pihak yang melakukan kontrak
pembiayaan:
Nisbah bank syariah = 3,2% x 8% x
100% = 40%
Nisbah nasabah = 100% - 40% = 60%
Rasio nisbah antara bank syariah dengan nasabah pembiayaan adalah 40%
banding 60%
b)
Menghitung distribusi bagi hasil untuk bank dan nasabah seseuai dengan
nisbah dan
pendapatan
aktual usaha,sebagai berikut :
Bulan
|
Laba usaha
|
Bagian bank
40%
|
Bagian
nasabah
60%
|
Cicilan
Pokok
|
Setoran
|
1.
|
6.000.000
|
2.400.000
|
3.600.000
|
2.400.000
|
|
2.
|
7.000.000
|
2.800.000
|
4.200.000
|
2.800.000
|
|
3.
|
4.000.000
|
1.600.000
|
2.400.000
|
1.600.000
|
|
4.
|
4.500.000
|
1.800.000
|
2.700.000
|
1.800.000
|
|
5.
|
5.000.000
|
2.000.000
|
3.000.000
|
2.000.000
|
|
6.
|
5.500.000
|
2.200.000
|
3.300.000
|
2.200.000
|
|
7.
|
6.000.000
|
2.400.000
|
3.600.000
|
2.400.000
|
|
8.
|
5.400.000
|
2,160.000
|
3.240.000
|
2.160.000
|
|
9.
|
9.000.000
|
3.600.000
|
5.400.000
|
3.600.000
|
|
10.
|
5.700.000
|
2.280.000
|
3.420.000
|
2.280.000
|
|
11.
|
4.700.000
|
1.880.000
|
2.800.000
|
1.880.000
|
|
Total
|
66.300.000
|
26.520.000
|
39.780.000
|
100.000.000
|
126.520.000
|
% dari Hasil
Usaha
% dari Modal
|
0.40
26,52
|
0.60
39,78
|
Contoh Kasus
Pembiayaan Murabahah[8]
Tuan ali
berkeinginan membeli sebuah mobil untuk kepentingan usaha antar jemput anak
sekolah. Harga beli mobil sebesar Rp 150.000.000. Pada saat itu tuan ali hanya
memiliki dana Rp.50.000.000,untuk mengatasi kekurangan dana tersebut tuan ali
menghubungi bank syariah toat untuk mendapatkan pemecahan masalah akibat
kekurangan dana tersebut bank syariah menawarkan solusi dengan akad- Murabahah.
Bila bank syariah memperkirakan biaya operasi Rp.200.000.000 dalam 1 tahun.
Perkiraan jumlah pembiayaan Rp.5 M dan markup yang ditentukan (hanya sekali
saja) 10% dari pembiayaan 2 tahun. Bagaima cara penyelesaiannya?
Jawab :
Penyelesaian
dengan Harga Jual Efisien
Data
pembiayaan:
Harga pokok
mobil = Rp.150.000.000
Dibayar nasabah(uang
muka) = Rp. 50.000.000
Kekurangan dibayar
bank =
Rp. 100.000.000
1) Hitunglah Cost Recovery
Cost Recovery =(Pembiayaan
Murabahah/Estimilasi Total
Pembayaran) x
Estimilasi Biaya Operasi 1 thn
Cost Recovey = (100.000.000/1 M) x
200.000.000 = 40.000.000
2) Hitung Markup = 10% x Pembiayaan
Markup
= 10% x 100.000.000 = 10.000.000
3) Hitung Harga Jual Bank =
Pembiayaan +Cost Recovery + Markup
=
100.000.000 + (2 x 4.000.000 ) +
10.000.000
= 118.000.000
4) Hitung Angsuran Pembiayaan
Angsuran
Pembiayaan = 118.000.000/24 bln
=
4.916.667
5) Hitung Total Harga Jual
Total harga jual =
150.000.000 + 18.000.000
=
168.000.000
6) Hitung Margin Dalam Persentase
Hitung Margin
dalam % = Cost Recovery +
Markup/Harga jual beli
=[(2
x 4 jt + 10 jt) + 15 jt] x 100%
=[8
jt +10 jt]/15 jt x 100%
=
1,2 %
DAFTAR
PUSTAKA
Kasmir. 2014. Bank dan Lembaga Keuangan
Lainnya. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
BPRS PNM Al-Ma’some. 2004. Kebijakan
Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. Bandung : BPRS PNM Al-Ma’some.
Muhammad. 2002. Manajemen Pembiayaan
Bank Syariah.
https://blog.duitpintar.com/pahami-jenis-jenis-bunga-kredit-bank-dan-cara-perhitungannya-karena-tiap-pinjaman-berbeda-beda/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar