Senin, 27 Februari 2017

pengertian qowa'idul fiqhiyyah kulliyah


qowaidul fiqhiyyah
Qowa’id fiqhiyyah berasal dari bahasa arab yang terdiri dari dua suku kata, yaitu qowa’id dan fiqhiyyah. Qowaid adalah bentuk jamak dari kata qa’idah yang secara etimologi berarti dasar atau fondasi (al-asas). Jadi qawaid berarti dasar-dasar sesuatu. Ada dasar atau fondasi yang bersifat hissi (kongkrit, bisa dilihat) seperti dasar atau fondasi rumah, dan ada juga dasar yang bersifat ma’naw (abstrak, tak bisa dilihat) seperti dasar-dasar agama.(Andiko:2001,1). Dr Ahmad asy-syafi’i dalam buku ushul fiqh islami menyatakan bahwa kaidah: “hukum yang bersifat Universal (kulli) yang diikuti oleh satuan satuan hukum juz’i yang banyak.”
            Sedangkan arti fiqhiyah diambil dari kata “fiqih” yang diberi tambahan ya’ nisbah yang berfungsi yang berfungsi sebagai penjenisan atau membangsakan. Secara etimologi makna fiqih lebih dekat dengan makna ilmu sebagaimana yang banyak dipahami oleh para sahabat.(Usman:2002,96)
            Adapun pengertian qawa’id fiqhiyyah, secara istilah terdapat berbagai definisi, dua diantaranya yang menjadi pendapat populer:
حكم شرعي فى قضبة ا غلبية يتعرف منها احكا م ما دخل تحتحا
“ hukum syara’ tentang peristiwa yang bersifat moyaritas, yang darinya dapat dikenali hukum berbagai peristiwa yang masuk kedalam ruang lingkupnya.”
اصل فقهي كلي يتضمن احكاما تشر يعية عا مة من ابواب متعددة قى القضا يا تحت مو ضو عها
“ dasar figh yang bersifat universal, megandung hukum-hukum syara’ yang bersifat umum dalam berbagai bab tentang peristiwa-peristiwa yag masuk kedalam ruang lingkupnya.”
            Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka dalam memaknai qawaid fighiyyah berkenaan dengan perbedaan mereka dalam memandang keberlakuannya, apakah bersifat kulli (menyeluruh/universal) atau aghlabi (kebanyakan).
Bagi ulama yang memandang bahwa qowai’id fighiyyah bersifat aghlabi, mereka beralasan bahwa realitanya memang seluruh qawa’id fighiyyah memiliki pengecualian, sehingga penyebutan kulli terhadap qawa’id fiqhiyyah menjadi kurang tepat. Sedang bagi ulama yang memandang qowa’id fiqhiyyah bersifat kulli, mereka beralasan pada kenyataan bahwa pengecualiyan yang terdapat pada qawa’id fiqhiyyah tidaklah banyak. Di samping itu, mereka juga beralasan bahwa pengecualian (al-istisna’) tidak memiliki hukum, sehingga tidak mengurangi sifat kulli pada qowaid fiqhiyyah.(Andiko:2001,6).
Qowa’id Al-kulliyah yaitu qawa’id yang menyeluruh yang diterima oleh madzhab-madzhab, tetapi cabang-cabang dan cakupannya lebih sedikit dari pada qowa’id yang lalu. Seperti kaidah : Al-kharaju bin adh-dhaman/ hak mendapatkan hasil desebabkan oleh keharusan menanggung kerugian.
Sedangkan mayoritas para ulama fiqih berpendapat bahwa hukum-hukum fiqih itu semua kembali kepada qawa’id kulliyah yang berjumlah lima: 1. Setiap perkara tergantung kepada maksud mengerjakannya, 2. Sesuatu yang sudah yakin tidak dapat dihilangkan dengan adanya suatu keraguan, 3. Kemudhorotan itu harus dihilangkan, 4. Kesukaran itu mendatangkan kemudahan, 5. Adat kebiasaan dapat ditetapkan sebagai hukum

Daftar pustaka
Andiko,Toha.2001.ilmu qawa’id fiqhiyyah.yogyakarta:Teras.
Usman,Muchlis.2002.kaidah kaidah ushuliyah dan fiqhiyyah.Jakarta:RajaGrafindo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar